Saat Tuhan Menampar Wajahku
Kalangan Sendiri

Saat Tuhan Menampar Wajahku

Lori Official Writer
      5535

Yesaya 42: 8

Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau kemasyhuran-Ku kepada patung.

 

Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]Mazmu57[/kitab]; [kitab]Marku1[/kitab]; [kitab]Imama24-25[/kitab]

Aku baru saja kembali ke Florida dari Indiana setelah membantu sebuah penyelenggara konser Natal di empat kota besar. Aku membantu untuk mengarahkan koreografi drama. Setelah acara itu selesai, aku sudah menulis sekitar 60 surat tanda terima kasih untuk para pemain dan kru yang turut membantuku, termasuk asisten direkturku. Tapi aku justru belum menerima satu tanggapan pun dari mereka.

Suatu hari aku curhat kepada temanku. Aku mengeluh kalau aku sudah memberikan waktu, energi dan bakat sebagai suka relawan selama enam bulan. Tapi tak ada satupun yang menanggapi. “Sungguh menakjubkan, bagaimana mungkin beberapa orang, bahkan orang Kristen, bisa sangat bersyukur.”

"Jadi sekarang, kau mengeluh karena mereka nggak berterima kasih kepadamu? Tanya temanku.  

Kata-kata itu membuatku merasa seolah-olah Tuhan sedang menampar wajahku. “Apakah aku mengeluh atau hanya sekadar menjelaskan kondisinya?” tanyaku. “Apakah kau tak ingin tahu kalau setidaknya satu orang mau menghargai semua kerja keras dan waktumu?”

"Kau malah seperti sedang melakukan pesta belas kasihan. Jadi, apakah kamu melakukan hal itu untuk mendapat pujian dan tepukan di punggung?” tanyanya lagi.

Aduh...Tuhan kembali menampar wajahku. Dia lalu mengingatkan aku soal kisah Yesus sdan sepuluh orang kusta. Dia menyembuhkan kesepuluh orang kusta itu, tapi hanya satu saja yang kembali yang mengucapkan terima kasih. “Menurutmu apa yang Dia rasa?” tanyanya.

"Aku tak pernah mempertimbangkannya. Di atas semuanya, Dia adalah Tuhan. Dia bisa memikul kekecewaan,” jawabku.

"Nah, lalu, apakah kau pikir kau lebih baik dari Tuhan sendiri?” tanyanya.

Aduh...lagi-lagi pertanyaan ini menampar wajahku. Tuhan seperti memakai temanku untuk mengingatkan aku. Sama seperti saat Dia memakai Natan untuk menghukum Daud (baca 2 Samuel 12: 1-9). Tuhan menegurku dan aku merasa sangat malu sekali.

Teguran ini mengajarkanku bahwa Tuhan sangat mengasihiku dan Dia suka menyesah orang-orang yang diakuinya sebagai anak. Tapi aku mulai bertanya “Kenapa Allah harus menghukum anak-anak-Nya?” Pertanyaan itu sangat menggangguku. Roma 8: 29 pun menjawab semuanya bahwa karena ‘kita dibentuk serupa dengan gambaran Anak-Nya’ dan sebagai manusia Ia telah merendahkan diri-Nya’ (Filipi 2: 8).

Tamparan Tuhan mengajarkanku bahwa Dia sedang mempersiapkanku untuk melanjutkan apa yang aku lakukan. Dia memberikan aku motivasi baru untuk melihat bahwa Yesus sendiri menerangi perjalanan hidupku. Pengalaman ini mengajarkanku bahwa nama-Nya harus mendominasi semua kisah hidupku. Doaku supaya aku tak lagi mengambil kemuliaan-Nya.

 

Kadang Tuhan menegur kita supaya kita semakin melekat kepada-Nya

Ikuti Kami