Roma 8: 15
Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi
takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah.
Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"
Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]Mazmu94[/kitab]; [kitab]Lukas15[/kitab]; [kitab]Danie5-6[/kitab]
Lima bulan setelah
kepergian ayah, saya tidak akan pernah mendengar suara lembutnya dan merasakan
kehangatan pelukannya lagi. Dia meninggal setelah didiagnosa kanker usus besar.
Kami mengira masalah pencernaannya karena efek samping dari obat Parkinson yang
dia konsumsi. Namun tes kesehatan membuktikan diagnosa yang tak terduga.
Kondisi ayah yang semakin lemah membuat operasinya berisiko besar. Dia pun memutuskan menghabiskan sisa waktu di rumah.
Saya membantu
ibu menjaga ayah. Sementara suami dan teman-teman saya merawat anak-anak. Saya
juga mengambil kursus dan ujian menjalankan usaha real estate broker dan menjaga kantor ayah setelah dia meninggal. Selama itu, saya mencoba mencari bantuan dari
keluarga lain yang peduli dengan kami, meminta mereka membantu perawatan ayah, dan saya juga mencoba untuk menjaga rumah tangga saya.
Saya ingat,
pada suatu hari seusai melewati ujian real
broker, saya langsung ke rumah orang tua saya. Ayah sedang di tempat tidur.
Lalu saya berbaring di sampingnya, meletakkan kepala di bahunya dan mengatakan betapa
saya mencintainya. Di pertengahan malam, saya membawa ayah ke rumah sakit,
sementara suami dan ibu saya mengikuti dari belakang dengan mobil. Keesokan harinya, ayah koma. Dia meninggal dunia hari itu juga.
Setelah acara
pemakaman, saya tertegun di tangga dan menyadari sosok ayah yang bijaksana, pemecah
masalah, penuh kasih dan peduli sudah tiada. Lalu saya bertanya: “Tuhan bagaimana
saya bisa melalui hidup ini tanpa ayah? Saya putus asa dan berpikir untuk mati
juga. Tetapi Roh Kudus berbisik, “Aku adalah Abba, Bapa mu. Percayalah padaku. Aku akan menolongmu.”
Sebuah benih
harapan muncul. Saya seakan mampu bertahan meskipun kehilangan ayah. Fokus saya
digantikan kepada Bapa Surgawi, pribadi yang lebih peduli tentang diri saya (baca Galatia 4: 6).
Saya mengusap
air mata, berdiri dan bergeser membuka pintu kamar anak saya. Dia duduk di
tempat tidur, terbaring. Saya mendekatinya dan meminta maaf karena sudah
membentaknya dengan suara keras. “Maaf sayang. Mama terlalu keras. Aku mencintaimu,” bisikku.
Putra saya,
Jay segera memeluk saya. Dia lalu tertidur, tetapi saya terus menahannya. Saya tahu
Bapa di surga sedang bersama saya dan membimbing saya melalui hari-hari yang sulit dan bahagia ke depan. – Candy Arrington
Satu-satunya pribadi yang tak pergi meninggalkan kita
hanyalah Bapa Surgawi