1 Korintus 1:27
“Tetapi
apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang
berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat.”
Bacaan Setahun: Mazmur 39; Kisah Para Rasul 11; Keluaran 27-28
Dalam pertandingan sepak bola, pria dengan kaos bergaris dan membawa
peluit dan berkuasa atas orang-orang kuat, berotot, besar dan hebat di dalam
lapangan. Selain itu, dia juga memiliki otoritas tertinggi dalam pertandingan.
Mereka memiliki kuasa untuk menghentikan permainan dan mengeluarkan pemain yang
memberontak keluar lapangan. Orang itu adalah wasit pertandingan Itulah jenis
wewenang yang Yesus klaim untuk diriNya sendiri.
Terlepas dari usaha Iblis untuk mengendalikan alam semesta dan kehidupan
manusia, Yesus mengenakan kemeja bergaris dan membawa peluit disana. Dia
menguasai lapangan pertandingan tersebut.
Ada banyak contoh otoritas illahi dalam kehidupan Yesus. Salah satu yang
paling mencolok adalah penanganannya terhadap orang buta di dalam Injil Yohanes
yang kesembilan.
“Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang murid yang buta sejak
lahirnya. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Rabi, siapakah yang berbuat
dosa, orang ini atau orang tuanya sehingga ia dilahirkan buta? Jawab Yesus: “Bukan
dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus
dinyatakan di dalam dia.” (Yohanes 9:1-3).
Mukjizat pertama dari kisah ini adalah bahwa Yesus melihat orang itu.
Murid-murid melihatnya dengan masalah teologis. Saat membaca keseluruhan isi
Alkitab, kita akan melihat bahwa para tetangganya memandang pria itu sebagai
perusak pemandangan. Orang Farisi melihatnya sebagai hal yang memalukan, karena
penyembuhan pria itu benar-benar bertentangan dengan posisi religious mereka. Tapi
Yesus melihat orang itu. Yesus melihat sebuah kesempatan untuk melakukan
sesuatu yang baik bagi orang yang terluka.
Mudah bagi kita untuk bertindak seperti yang dilakukan para murid. Kita
melihat suatu masalah dan langsung menganalisanya secara teologis. Seperti para
murid yang mulai diskusi teologis dengan merefleksikan kepercayaan Yahudi pada saat
itu. Agama populer pada zaman itu yang berkeras bahwa ada hubungan langsung
antara dosa pribadi seseorang penderita dengan penyakitnya.
Penyembuhan pria ini adalah cara Yesus untuk mengoreksi teologi mereka
yang salah.
Intinya adalah bahwa Yesus menanggapi kebutuhan manusia tanpa menimpakan
rasa bersalah yang tidak perlu padanya. Hal yang sama yang dilakukan-Nya saat
Dia bertemu kita. Dia datang kepada kita pada titik kebutuhan kita dan tidak
teralihkan oleh spekulasi apapun.
Ada waktunya untuk menganalisis tetapi ada juga waktunya untuk membantu.
Tak seorangpun dari kita yang akan berpikir untuk melemparkan buku cara
berenang kepada seseorang yang akan tenggelam.
Hal yang tak terduga dalam cerita ini adalah begitu banyak orang saat
ketemu dengan mujizat namun menunjukkan karakter mereka yang negatif dan penuh
dengan kritik.
Sekitarnya mengenalnya sebagai orang buta dan hampir nggak bisa memahami
fakta bahwa dia bisa melihat sekarang. Sebagian besar dari mereka nggak dapat
menerima kenyataan bahwa Yesus telah mengubahnya.
Pria yang lahir buta hanya memiliki satu jawaban atas kritik itu,” Satu
hal yang saya tahu. Saya buta tapi sekarang saya melihat!”
Yap! Bahwa apa yang telah dilakukan oleh Yesus untuk kita adalah jawaban
terkuat kita dari setiap penentang kita. Pria itu jujur, karena dia tidak tahu
hal lain selain dari satu hal tadi, bahkan dia belum pernah melihat Yesus.
Sebelum akhir perjumpaannya dengan Yesus, dia mengalami pewahyuan yang
terbesar. Yesus menemukannya setelah dia dikucilkan para pemimpin agama. Dia
belum pernah ketemu Yesus, tetapi dia ingin tahu Yesus sehingga dia bisa
percaya padaNya.
Di Yohannes 9:37-38 dituliskan:” Kata Yesus kepadanya: “Engkau bukan
saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah
itu! Katanya: “Aku percaya, Tuhan!” lalu ia sujud menyembah-Nya.”
Nah, itu adalah pola yang konsisten bagaimana Tuhan berurusan dengan
kita. Dia datang kepada kita dalam kebutaan kita, dalam kelemahan bahkan rasa
sakit kita. Dia menyentuh kita dan sentuhan itu membuka pintu sehingga kita
percaya kepada Yesus dan menyembahNya. Jika kita pernah berjuang dengan
kelesuan dalam ibadah kita, yang perlu kita ingat adalah kata-kata orang buta itu
setelah dia sembuh.
Kata-kata itu, bisa kita temukan juga dalam lagu Amazing Grace:” Saya
pernah hilang, tapi sekarang saya ditemukan. Tadinya buta tapi sekarang saya
bisa melihat.” Saya mungkin tidak tahu banyak, tapi saya tahu persis apa yang
telah Yesus lakukan untuk saya.
Copyright © Wally Odum 2012. Used by permission.