2 Tawarikh 6:13
Karena Salomo telah membuat sebuah mimbar tembaga yang panjangnya lima hasta, lebarnya lima hasta dan tingginya tiga hasta, yang ditaruhnya di halaman--;ia berdiri di atasnya lalu berlutut di hadapan segenap jemaah Israel dan menadahkan tangannya ke langit,
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 95; Lukas 7; Yosua 1-2
Setelah menyimak oratorium Messiah, seseorang mendatangi George Frideric Handel, komposer musik panjang tersebut. Ia memuji dan menyatakan betapa para penonton sangat terhibur oleh karya itu. Oratorium memang mirip dengan musik opera, hanya saja tanpa drama dan pembabakan, dan mengandung unsur hiburan yang kuat. Namun, dalam karya yang memotret sosok Kristus ini, Handel memiliki tujuan yang berbeda. Hiburan hanyalah tujuan samping. Maka, ia menanggapi orang itu dengan berkata, “Saya sungguh prihatin kalau ternyata hanya berhasil menghibur mereka—saya berharap membuat mereka menjadi lebih baik.” Lebih dari sekadar menggubah mahakarya, ia ingin memperkenalkan dan memasyhurkan Mesiasnya.
Salomo membangun Bait Allah yang megah. Perlu tujuh tahun untuk mendirikannya, dengan materi dari kayu berkualitas terbaik yang dilapisi emas. Sebuah karya arsitektur yang tiada bandingannya. Ketika meresmikannya, bisa saja ia membusungkan dada atas pencapaian agung tersebut. Namun, ia memilih untuk berlutut menyembah Allah, menunjukkan kasih dan penghormatannya yang mendalam. Ia mengakui bahwa Allah-lah Raja yang sesungguhnya, pemegang wewenang dan kekuasaan tertinggi. Dengan teladannya, ia menggugah segenap bangsanya untuk turut menyembah Allah.
Begitu juga tujuan kita berkarya. Bukan sekadar untuk mengundang decak kagum dunia, membusungkan dada, mengejar hobi, atau memuaskan kesenangan pribadi, melainkan untuk memuliakan Allah. Sebuah karya yang tampaknya sepele sekalipun akan menjadi besar jika dapat menggugah orang untuk memuliakan Dia. (Arie Saptaji/RenunganHarian.net)
Karya dan tindakan kita baru berarti ketika kita mempersembahkannya pada yang Maha Tinggi