Sebuah Pelukan Kasih, Kenangan Yang Tak Terlupakan
Kalangan Sendiri

Sebuah Pelukan Kasih, Kenangan Yang Tak Terlupakan

Lori Official Writer
      4311

Yohanes 3: 16

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.


Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 92; Lukas 4; Ulangan 29-30

Nenekku duduk di kursi malasnya mengangumi hadiah Natal yang didapatnya. Cucu-cucunya memberinya sebuah smatphone baru. Dia suka sekali dengan hadiah itu dan mulai berkelakar akan memberi nama ponselnya ‘telepon ringan’.

"Nenek,” Panggil Matt.

Nenek nyaris tak mendengar panggilan Matt karena sedang asyik mengutak-atik tombol ponselnya.

"Nenek!” panggilnya lagi.

"Ya,” jawab Nenek.

"Aku mau pulang. Jadi beri aku pelukan,” kata Matt.

Lalu Nenek mengulurkan tangan ke arah cucunya, menyeimbangkan ponsel yang ditaruh di antara lututnya.

“Uhhh! Aku mau pelukan sebenarnya. Ayo, bangun,’ kata Matt sambil mengulurkan tangannya kearah neneknya dan membantunya bangkit.

“Aku mau memberimu pelukan yang berarti ‘Aku mengasihi dan menghargaimu.'’’ Lalu Matt memeluknya dan merangkul tubuhnya yang lembut.

Pikiran nenek dipenuhi dengan kenangan. Dia berpikir cucunya Matt masih seorang bayi yang suka meringkuk. Dia ingat pelukannya sebagai seorang remaja yang begitu sulit untuk diraih. Sebagai pribadi yang sudah dewasa, dia masih suka memberi pelukan. Bukan pelukan palsu tentunya. Tapi pelukan yang begitu tulus, lembut dan penuh kasih.

Kasih?? Ya, Matt selalu bisa mengekspresikannya.

Nenek memikirkan kegiatan keluarga saat itu. Bertukar hadiah, nonton film, candle light dengan pembacaan Alkitab dan juga pelukan Matt.

Dari antara kegiatan itu, apa yang paling nenek ingat? Dia paling ingat dengan pelukan cucunya. Dia merasa seolah-olah bisa merasakan lengan Matt yang kuat melingkar di tubuhnya. Dia mengelus lengannya, merindukan pelukan dari Matt lagi.

Nenek lalu bersandar ke kursi malasnya dan membuka Alkitabnya, menyingkirkan smartphonenya. Dia membaca tentang kisah Simeon dan Anna berdoa syafaat sehingga kelahiran Yesus Sang Juruslamat menjadi kenyataan (baca Lukas 2: 25-38) Dia merasa memahami pengertian Maria tentang hal-hal yang dia pelajari tentang puteranya yang masih bayi. “Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.” (Lukas 2: 51b)

Lalu nenek berdoa dalam hatinya, “Tuhan Yesus, aku juga merenungkan bisikan yang sudah Engkau taruh di dalam hatiku tentang keluargaku dan khususnya cucuku Matt. Aku tahu Engkau telah membisikkan ke dalam rohku bahwa dia akan semakin memahami Engkau setiap hari. Jadikanlah dia seorang pejuang imanMu, dipenuhi dengan kasihMu dan berkomitmen untuk mengetahui dan menaati firmanMu. Taruhlah lagu di dalam hatinya dan di atas bibirnya pujian yang tak tergoyahkan. Bantu dia untuk memuliakan Engkau dalam segala hal yang dilakukannya. Biarkanlah setiap pelukan yang diberikannya dipersembahkan kepadaMu.”

Nenek tiba-tiba merasakan di hatinya sesuatu yang membuatnya ingin menghabiskan banyak waktu bersyafaat. Meskipun usianya sudah melebihi batas usia pada umumnya, dia tahu pekerjaannya belum selesai. Dia mau jadi seperti Simeon dan Anna. Dia mau jadi seorang prajurit doa yang radikal. Dia berkomitmen lebih dari sebelumnya untuk terus berdoa dan terutama untuk keluarganya.

“Bapa Surgawi,” katanya. “Pakailah doaku sebagai pelukan. Apapun yang bisa aku bayangkan yang selaras dengan prinsip-prinsip Firmanmu, bisa mengaktifkannya melalui doa-doaku.”

Dia berdoa supaya keluarganya merenungkan kasih karunia terdalam kepada semua orang, yang telah diberikan oleh Bapa Surgawi. Dia membayangkan lengan Yesus terulur menjangkau cucunya, keluarganya, lingkungan tempat tinggalnya, kotanya, bangsa dan dunia. Dia tahu Yesus dilahirkan untuk mati dan bangkit kembali sehingga setiap orang bisa menerima pelukan abadiNya.


Perkenalkanlah kasih Yesus lewat pelukan kasihmu


Hak cipta Diane Virginia, digunakan dengan ijin.

Ikuti Kami