Ada Waktu Untuk Segala Sesuatunya, Bersiaplah Saat Kapalmu Tenggelam
Kalangan Sendiri

Ada Waktu Untuk Segala Sesuatunya, Bersiaplah Saat Kapalmu Tenggelam

Lori Official Writer
      3925

Pengkhotbah 3: 1

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.


Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]Mazmu41[/kitab]; [kitab]Kisah13[/kitab]; [kitab]kelua31-32[/kitab]

Lima puluh lima menit lewat tengah malam pada tanggal 3 Februari 1943, USS Dorchester bersama dengan 900 tentara sedang dalam perjalanan menuju Greenland. Kapten Hans Danielsen, yang menyadari bahwa kapal U-Jerman sedang berada di wilayah itu, memerintahkan orang-orangnya untuk bersiap-siap dan tetap memakai jaket pelampung mereka. Tapi ada banyak diantara mereka yang mengabaikan perintah itu karena jaket pelampungnya tidak nyaman dan membuat mereka sulit tidur.

Empat diantara mereka adalah pendeta; satu pendeta Methodist, satu rabi Yahudi, satu imam Katolik, dan satu pendeta Gereja Reformed. Keempatnya adalah para pengintai dan punya kedudukan sebagai letnan baru di Angkatan Darat. Mereka juga siap melayani tentara, negara dan Tuhan mereka. Mereka berempat siap memberikan nyawa jika diperlukan.

Tiba-tiba torpedo menabrak kapal dan menyebabkan semua lampu padam. Banyak tentara yang mati seketika; ada begitu banyak diantaranya mati di atas air. Yang lainnya luka-luka. Mereka yang terjebak di bawah kapal mulai panik, mencari jaket pelampung mereka, mencoba menemukan jalan menuju dek atas supaya bisa meninggalkan kapal.

Saat semua kekacauan itu terjadi, keempat pendeta itu segera bertindak. Mereka mulai membantu orang-orang yang panik, membawa para prajurit menuju dek atas dan sekoci, lalu membantu mereka menemukan jaket pelampung. Saat mereka tak lagi menemukan pelampung pengaman, mereka memberikan milik mereka demi menyelamatkan hidup beberapa orang. Tentu saja hal itu berarti bahwa mereka sendiri akan mati.

Sebanyak 230 orang berhasil masuk ke sekoci malam itu. Mereka lalu pergi meninggalkan kapal yang karam itu. Waktu mereka menoleh ke arah kapal yang tenggelam di belakang mereka, mereka melihat keempat pendeta itu berdiri di dek, saling berpegangan, berdoa dan bernyanyi dalam bahasa Ibrani, Latin dan Inggris.

Bayangkan kalau kamu ada dalam posisi itu. Apa yang akan kamu lakukan waktu kapalmu tenggelam? Bagaimana tanggapanmu waktu duniamu berada dalam kondisi paling gelap dan sepertinya nggak ada jalan keluar? Atau waktu masa depan seolah nggak menjanjikan dan tanpa harapan?

Kalau Pengkhotbah 3: 1 benar dan ada waktu dan musim yang tepat untuk setiap tujuan di bawah langit. Dan kalau waktu dan musim yang berbeda butuh tindakan yang berbeda, lalu bagaimana kita hidup, bagaimana kita berperilaku, apa yang sesuai, atau apa yang terbaik, mungkin lebih merupakan masalah penegasan daripada mengikuti peraturan.

Ada waktu untuk berteriak dan ada waktu untuk berbisik. Ada waktu untuk menjatuhkan bom dan ada waktu untuk meletakkan senjata. Ada waktu untuk mengenakan jaket pelampung, ada waktu untuk memberikannya untuk menyelamatkan nyawa orang lain.

Orang yang tidak bermoral berperilaku tidak tepat karena keegoisannya. Seorang pria bermoral melakukan yang benar karena kewajiban hukum, kemanusiaan, atau agama. Seorang pahlawan menolak menjadi egois, karena mempertimbangkan kewajiban moralnya. Lalu bertindak demi menguntungkan orang lain, bahkan ketika tindakan itu sangat membahayakan nyawanya. Itulah cinta. Itulah tujuan spiritual sejati. Itulah yang Yesus katakan saat Dia berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15: 13)

Sebagian besar masyarakat memberikan penghormatan kepada pahlawan mereka, dan keempat pendeta Dorchester di atas adalah pahlawan yang pantas mendapat kehormatan itu. Mereka bisa hidup lebih lama, melayani bertahun-tahun lagi, membuat perbedaan, mungkin bagi ribuan orang. Namun, dengan memahami waktu dan musimnya, mereka memilih untuk berbisik, “Aku mengasihimu.” Mereka memutuskan untuk melepaskan jaket pelampungnya. “Ini, ambillah punyaku.” Mereka mencintai orang-orang yang mereka layani, walaupun mereka tahu pasti kematian akan datang menjemput mereka. Tapi saat membuat keputusan itu, mereka melukis sebuah karya seni yang menakjubkan.


Siap sedialah melakukan yang terbaik bagi Tuhan saat waktuNya tiba

Ikuti Kami