Mata Yang Melihat
Kalangan Sendiri

Mata Yang Melihat

Lestari99 Official Writer
      3629
Matius 6:22-23
Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.

Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 15; Matius 15; 2 Raja-Raja 15-16

Pada suatu waktu, ada dua orang yang sedang berjalan-jalan di pantai ketika awan badai datang mendekat dari ufuk. Salah satunya mengeluh kalau hujan yang akan datang itu akan mengacaukan rencananya untuk berjemur dan menikmati teriknya matahari. Sementara yang satunya lagi menyerukan kekaguman akan betapa indahnya awan-awan itu dan bagaimana hujan itu akan membawa wangi kesegaran yang muncul setelah badai berakhir. Kedua orang ini melihat hal yang sama, namun yang seorang melihat kekecewaan sementara yang lainnya melihat kebahagiaan.

Yesus berbicara tentang cara kita memandang hidup, sudut pandang yang kita pilih untuk melihat hal-hal yang ada. Cara pandang itu akan menentukan suram tidaknya kondisi yang kita hadapi. Kita yang memilih bagaimana kita akan melukiskan berbagai situasi, kegagalan dan keadaan yang kita hadapi.

Rasa syukur mencari semarak yang ada. Rasa syukur meluangkan waktu untuk melihat kemegahan dalam hal yang sederhana. Rasa syukur menghargai kebijakan yang terukir pada setiap guratan wajah orang yang sudah tua. Rasa syukur memandang lebih jauh dari sekedar bibir yang ditindik dan mencari potensi dalam anak jalanan yang masih muda dan kebingungan. Setiap goresan kuas kehidupan hanya mengandung arti kalau kita memiliki mata untuk memandangnya dengan rasa syukur.

Rasa syukur adalah telinga yang membuat kita melalui hari dengan penuh sukacita di tengah permasalahan hidup. Rasa syukur membuat kita percaya pada hal yang mustahil dsan menuntun kita pada pengharapan. Ia mengingatkan kita tentang semua pemberian yang tidak seharusnya kita terima, teman-teman yang tidak layak kita dapatkan, dan kasih karunia yang tidak kita peroleh dengan usaha kita sendiri.

Sangat mudah bagi kita untuk kehilangan hadiah yang rapuh ini. Hadiah ini dapat dengan mudah tergantikan atau tanpa sadar tertukar dengan keinginan. Ia terjebak dalam perasaan berhak dan menipu kita sehingga kita berpikir kalau kita layak mendapatkan lebih daripada yang sudah kita dapatkan.

Sebaliknya, rasa syukur harus dihargai dan dijaga dengan hati-hati. Rasa syukur harus dilatih baik dalam bayang-bayang maupun di bawah lampu sorot, dalam menghadapi hal yang luar biasa maupun yang biasa-biasa saja. Rasa syukur bicara lebih pada kondisi hati kita daripada kondisi rumah kita. Rasa syukurlah yang memampukan kita untuk bersukacita dalam segala keadaan.

Bersyukurlah dalam segala hal dan Anda akan menemukan makna hidup terdalam meskipun berhadapan dengan bayang-bayang maut.

Ikuti Kami