Selama berabad-abad, beberapa hamba Allah menghadapi kemungkinan kematian yang menyiksa, kecuali mereka mau menyangkal iman. Mereka tahu bahwa Allah sanggup membebaskan mereka. Tetapi mereka juga tahu bahwa untuk menggenapi rencana-Nya, mungkin Dia tidak menjawab permintaan mereka untuk memberikan bantuan yang ajaib.
Dalam kitab Daniel, tiga pemuda Ibrani yang menjadi tawanan di Babel menghadapi pilihan hidup dan mati. Memuja patung emas raja atau dilempar ke dapur api? Dan mereka menjawab dengan tegas, “Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu.” Mereka menambahkan, “Tetapi seandainya tidak, … kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” ([kitab]danie3:17-18[/kitab]).
Tetapi jika tidak! Kata-kata itu menantang kesetiaan kita. Seandainya kita menghadapi penyakit yang melumpuhkan. Andaikan kita menghadapi aib yang memalukan. Andaikan kita menghadapi kehilangan yang menyakitkan. Kita memohon campur tangan Allah. Namun dalam setiap situasi yang mengancam, permohonan kita seharusnya juga menyertakan syarat, “Tetapi jika tidak!”
Apakah kita bersikap seperti Yesus di Getsemani? “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” ([kitab]matiu26:39[/kitab]). Apakah kita sanggup untuk menahan siksaan apa pun yang akan memuliakan Allah dan menggenapi rencana-Nya yang kudus? (Sabda.org)
Apabila keyakinan kita kuat, keberanian akan muncul untuk mempertahankannya.
Demi kenyamanan Anda selama mengakses Jawaban.com, kami menggunakan cookie untuk memastikan situs web kami berfungsi dengan lancar serta memberikan konten dan fitur yang relevan untuk Anda, dan meningkatkan pengalaman Anda di situs web kami. Data Anda tidak akan pernah diperjualbelikan atau digunakan untuk keperluan pemasaran. Anda dapat memilih untuk Setuju atau Batalkan terhadap penggunaan cookie dalam situs web ini. Learn more