Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 14; Wahyu 20; Ayub 1-2
Paulus tidak pernah membayangkan dirinya sebagai korban. Meskipun ketidaknyamanan fisik yang luar biasa dan gejolak emosional, ia yakin bahwa dirinya berada di tangan Allah yang berdaulat. Jadi bukannya tumbuh benci dan menjauh dari iman, Rasul berpaling kepada Tuhan dan terus dewasa rohani.
Kita dapat belajar banyak dari Paulus. Dia bertekad untuk fokus pada kedaulatan Tuhan bukan kehendaknya sendiri. Sangat mudah untuk menjadi pahit atas kekacauan yang disebabkan orang lain dalam hidup kita. Namun, saat kita mulai berpikir bahwa musuh-musuh kita berada dalam kendali kita itu sebenarnya kita kalah. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan "Sudah menegakkan takhta-Nya di sorga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu." (Mzm. 103:19). Jadi, Dialah yang seharusnya mengontrol mutlak dunia ini, bukan kita. Kita mungkin tidak memahami alasan-Nya untuk mengizinkan kesulitan masuk dalam hidup kita, namun rencana-Nya selalu untuk kebaikan kita dan kemuliaan-Nya (Yer. 29:11).
Selain itu, kita dapat belajar dari komitmen Paulus untuk fokus pada hasil positif dan bukan pada penderitaan pribadi. Rasa sakit, baik secara fisik maupun emosional, sering menyerap semua perhatian seseorang. Tetapi tidak ada kemenangan yang bisa didapatkan saat kita tenggelam dalam kesakitan itu.
Tuhan memiliki rencana untuk setiap penderitaan yang dialami umat-Nya, dan Paulus adalah contoh yang baik. Bukannya bersedih, ia justru bersukacita ketika dipenjara karena disitulah bertemu sipir penjara dan memberikan kabar baik kepada orang tersebut.
Keadaan sulit adalah persimpangan jalan dalam kehidupan orang percaya. Jika kita mengambil jalan menyalahkan Tuhan karena penderitaan yang kita alami maka kita akan berurusan dengan kebencian dan negatif. Tetapi jika kita memusatkan perhatian pada kasih Bapa surgawi dan penyediaan-Nya maka kita akan menemukan kepercayaan dan harapan.
Saat Anda mengalami penderitaan yang begitu berat, berfokuslah kepada Allah dan bukan kepada sakitnya.