2 Petrus 3:9
Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 35; Kisah Para Rasul 7; Keluaran 19-20
Jika ada kontes tentang sifat baik yang terpopuler, saya menduga bahwa "paling cepat" akan mengalahkan "paling baik". Banyak tempat di dunia tampaknya terobsesi dengan kecepatan. Namun, kesukaan "bertindak cepat" tidak selalu menyebabkan adanya kemajuan yang cepat.
"Tiba saatnya menghadapi obsesi kita yang ingin mengerjakan segala sesuatu dengan lebih cepat," kata Carl Honore dalam bukunya In Praise of Slowness (Memuja Kelambatan). "Kecepatan tidak selalu menjadi kebijakan terbaik."
Menurut Alkitab, Honore benar. Petrus mengingatkan bahwa di hari-hari terakhir, orang meragukan Allah karena tampaknya Dia lambat ("lalai") menggenapi janji-Nya untuk datang kembali. Namun, Petrus menunjukkan bahwa yang tampaknya dianggap sebagai kelambatan ini merupakan hal yang baik. Allah sebenarnya sedang menunjukkan kesabaran-Nya dengan memberikan lebih banyak waktu bagi kita untuk bertobat (2 Petrus 3:9), dan juga sesuai dengan karakter-Nya sebagai Allah yang sabar atau lambat untuk marah (Keluaran 34:6).
Kita juga harus lambat untuk marah—dan lambat untuk berkata-kata (Yakobus 1:19). Menurut Yakobus, "kecepatan" hanya berlaku bagi telinga kita. Kita seharusnya lebih cepat mendengar. Pikirkan betapa banyak masalah yang dapat dihindari bila kita belajar mendengar—sungguh-sungguh mendengar, bukan hanya berhenti bicara—sebelum kita mulai berkata-kata.
Di antara ketergesaan kita untuk memenuhi tujuan dan tenggang waktu, marilah kita cepat untuk mendengar dan lambat untuk marah dan lambat untuk berkata-kata. —JAL/RBC Indonesia
Kecepatan tidak selalu menghasilkan sesuatu yang baik, kadang Anda perlu untuk melakukan sesuatu dengan lambat, seperti lambat untuk marah dan berkata-kata.