Damai Itu Indah
Kalangan Sendiri

Damai Itu Indah

Riris Neil Yulinar Pakpahan Contributor
      1749

Matius 5:9

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

 

Bacaan setahun : Amsal 19; Efesus 2; Pengkhotbah 3-5

Mungkin Anda pernah membaca slogan yang berbunyi ‘damai itu indah’. Membaca ini, saya merasa diberkati sekali. Damai yang seharusnya ada di seluruh muka bumi ini, seringkali hilang saat satu manusia tidak bisa mengendalikan emosi. Damai berakhir tatkala keegoisan muncul, tidak lagi melakukan kasih, kepedulian, dan keutuhan. Damai lebih banyak terkikis oleh amarah yang meledak-ledak, yang menimbulkan perpecahan dan penyesalan dikemudian hari.

Dalam sebuah postingan di media sosial, saya melihat seorang ibu yang ”dikeroyok” banyak pria karena tidak mampu menguasai emosinya. Dengan egois dan arogan, ibu itu marah, membentak, dan mengejek seorang pedagang yang tidak mampu menyediakan pesanan makanannya tepat waktu. Orang-orang disekitar yang mendengar omelannya sontak ikut emosi dan berbalik membentak ibu tersebut.

Sejak awal penciptaan, Allah memiliki satu impian dan tujuan, yaitu dunia yang ada penuh dengan kedamaian. Namun kedamaian itu rusak seketika saat manusia pertama menuruti keegoisannya. Ia begitu rakus akan jabatan untuk bisa menggantikan kedudukan Allah. (Kejadian 2:8-15)

Karena pentingnya damai, Allah sendiri akhirnya memperbaiki hubungan rusak tersebut dengan manusia. Melalui kelahiran Yesus, kedamaian menjadi muara di muka bumi. Pengorbanan tanpa batas, penyerahan tubuh dilakukan-Nya “hanya” agar hubungan yang rusak dipulihkan, dan kedamaian tercipta kembali.

 

Marilah kita mulai sekarang mengambil keputusan untuk menjadi pembawa damai. Bisa dengan mengupayakan kedamaian di rumah, tempat kerja, dan lingkungan pelayanan. Saat kita bisa melakukan hal itu, maka kasih Yesus Sang Pembawa Damai, akan terpancar dalam kehidupan kita.

 

Renungan ini dibuat oleh Riris Neil Pakpahan.

Ikuti Kami