Tentang Menangis
Kalangan Sendiri

Tentang Menangis

Admin Spiritual Official Writer
      8506
  1Tesalonika 4:13
Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.

Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 103; Lukas 24; Yehezkiel 11-12

Sementara perempuan dianggap sah saja kalau sedikit-sedikit menangis, laki-laki seolah sudah diberi predikat "boys don't cry". Padahal menangis adalah sesuatu yang mendasar dan manusiawi sekali. Ketika kita tidak melihat bentuk emosi lainnya yang lebih baik untuk menyalurkan perasaan, kita boleh saja menangis.

Alkitab juga mencatat berduka adalah umum. The Message mencatat, "Orang-orang bijak menenggelamkan diri dalam kepedihan dan berduka." (Pkh 7:4). Ketika Yonatan dan Saul meninggal, Daud memberi perintah kepada seluruh bangsa Israel untuk berkabung. Ia menjadikan tangisan sebagai kebijakan umum. Ia tidak mengingkari kesedihan, tapi menghadapinya dengan jujur. Kesedihan itu nyata, ada di dalam diri Daud, tapi tidak menguasainya terus-menerus.

Paulus mendorong orang-orang Tesalonika untuk berduka, tapi tidak menginginkn mereka menjalani rasa duka itu seperti orang-orang yang tidak punya pengharapan, seolah-olah kematian adalah kata terakhir (1Tes 4:13). Mengapa? Karena Allahlah yang punya kata terakhir untuk kehilangan, perpisahan, bahkan kematian. Jadi bukan kita atau perasaan kita yangberperan sebagai penentu akhir cerita.

Hadapilah kesedihan, jika perlu menangislah tanpa menjadi cengeng. Allah mengerti... Dia mengenal sedihnya kehilangan, kematian, atau bentuk-bentuk kepedihan lainnya. Dia telah menguburkan anakNya sendiri, menyusul setelahnya adalah sukacita kebangkitan. Jadi dengan kuasaNya, kita pun bisa kembali bersuka.

Menangis adalah salah satu proses yang harus dilalui sebelum kita dapat bangkit dan membuka lembaran baru.

Ikuti Kami