Yeremia 32:18,19
Engkaulah yang menunjukkan kasih setia-Mu kepada beribu-ribu orang … besar dalam rancangan-Mu dan agung dalam perbuatan-Mu.
Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]mazmu105[/kitab]; [kitab]lukas17[/kitab]; [kitab]yosua21-22[/kitab]
Banyak buku dan khotbah yang menanyakan apakah iman umat Kristiani cukup kuat untuk bertahan di masa yang buruk? Akan tetapi, kali ini saya akan mengajukan pertanyaan yang berbeda pada diri saya sendiri. “Apakah iman saya cukup kuat untuk bertahan di masa yang menyenangkan?”
Sering saya melihat orang-orang yang jauh dari Tuhan bukan saat hidup mereka sulit, melainkan saat hidupnya berjalan dengan baik. Sehingga pada saat itulah Allah tampaknya tidak diperlukan lagi.
Banyak dari kita yang mungkin menafsirkan berkat-Nya sebagai tanda atas kebaikan kita, bukan karena kebaikan-Nya. Kita menganggap bahwa diri layak mengalami semua kejadian yang menyenangkan. Namun, kita tidak dapat memahami bahwa Allah menyatakan diri-Nya melalui hal-hal baik yang telah diberikan-Nya untuk kita.
Dalam bukunya The Problem of Pain, C.S. Lewis menulis, “Allah berbisik kepada kita melalui kesenangan-kesenangan kita ... tetapi Dia berteriak melalui penderitaan kita.” Jika kita menolak mendengar bisikan-Nya, Dia mungkin akan berteriak untuk mendapatkan perhatian kita.
Inilah yang terjadi pada bangsa Israel. Meskipun Allah telah memberi mereka “suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya,” tetapi mereka berpaling dari-Nya, sehingga Dia “melimpahkan kepada mereka segala malapetaka ini” [kitab]yerem32:22-23[/kitab].
Kebaikan Allah menjadi alasan untuk menaati-Nya, dan bukan kesempatan untuk tidak mematuhi-Nya. Ketika kita sadar akan hal itu, maka hubungan kita dengan Tuhan tidak melemah, bahkan akan semakin dikuatkan, oleh anugerah dan berkat-Nya.
Kebaikan Allah menyuarakan sifat Allah yang begitu banyak.