Efesus 4: 31-32
Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 48; Kisah Para Rasul 20; Imamat 6-7
“Kamu bisa tetap menoleh ke belakang dan membiarkan kemarahan atas perkataan atau tindakan dan perlakuan suamimu yang membuatmu kepahitan. Atau kamu bisa melangkah maju. Itu adalah pilihan. Dan percayalah, aku pernah di sana dan menyaksikan suamiku menghancurkan pernikahan kami,” ucap sahabatku yang berusaha memindahkan tas besarnya.
Christine menghubungiku untuk menanyakan apakah aku mau membantunya mencari tempat lilin logam merah besar yang dia pastikan tersimpan di garasinya. Dia dan suaminya sudah berpisah hampir setahun sebelum akhirnya mereka berdamai. Bagi kamu yang paham tentang pernikahan, tentang pilihan sulit dan juga persoalan yang harus dihadapi, dialah orangnya.
Aku tidak bisa membayangkan cara untuk melepaskan masa lalu. Karena di sana terdapat puing-puing yang terkoyak karena janji yang diingkari, kata-kata kasar dan luka mendalam akibat tindakan ceroboh suamiku.
Aku tahu dia bukan satu-satunya orang yang harus dipersalahkan, aku juga ikut bersalah. Tetapi entah bagaimana kesalahannya terlihat jauh lebih besar. Begitulah kepahitan muncul. Kepahitan bisa sangat sulit untuk dideteksi karena bisa menyebabkan kerusakan terhadap cara pandang kita.
Minggu belakangan ini, kami mengambil liburan keluarga ke Idaho Springs, Colorado. Saat kami berjalan, terdapat sebuah toko yang menarik perhatianku. Kami melihat pernak-pernik, batu sungai dan emas-emas. Gelang dan kalung yang terbuat dari perak dibingkai di bawah kaca sampai sepotong perak menarik perhatianku.
Pemilik toko itu juga memperhatikanku. “Kamu siap untuk meninggalkan masa lalu dan menghadapi masa depan. Aku tahu itu!” katanya.
Dia mengukur ibu jariku sebelum memasukkan jemariku ke dalam cincin perak itu. Cincinnya melilit, ujungnya searah, bulunya tersusun menunjuk kearah sebaliknya.
Lalu dia menyampaikan sesuatu yang membuat hatiku membeku. “Anak panah ditembak dari masa lalu. Mereka ditarik dari masa lalu dan kemudian mereka meluncur maju dengan ketangkasan dan presisi ke masa depan. Tidak lagi menoleh ke belakang,” katanya sembari dengan lembut memegang tanganku dan menatap mataku.
Karena terkejut, aku bertanya-tanya apakah dia bisa menerawang rahasia, penyesalan dan rasa sakitku. Aku membisikkan semacam ucapan terima kasih saat suamiku membayar cincin itu dan mengantarkan kami keluar toko.
Kata-kata pemilik toko tetap melekat di dalam pikiranku dan berputar di kepalaku malam itu. Bagaimana dia bisa mengatakan sesuatu yang menyentuh relung hatiku? Sebut saja itu taktik penjualan, tetapi aku bertanya-tanya mungkin itu lebih merupakan intervensi ilahi.
Alkitab dalam Efesus 4: 31-32 berkata segala kepahitan, dibuang dari kita. Kepahitan muncul seperti infeksi kecil yang masuk ke dalam tubuh melalui luka. Lukanya mungkin kecil, tapi jika tidak ditangani bisa menyebabkan konsekuensi yang fatal. Kepahitan bisa menghancurkan iman, kepercayaan akan Tuhan dan pernikahanmu. Hal ini bisa dipicu oleh kesalahpahaman, pertengkaran sengit, atau asumsi pasangan.
Akan sangat berbahaya saat mulai berasumsi bahwa kita mengetahui motivasi di dalam diri pasangan kita dan biasanya inilah yang membuat kita terluka.
Saat luka tidak ditangani secara alkitabiah, kekecewaan akan menguasai. Hasilnya, akan muncul kemarahan di dalam hati kita. Lalu bekas luka itu membuat hati kita keras dan sulit untuk mengampuni.
Bagaimana mengetahui jika kamu sedang hidup dalam kepahitan? Berikut beberapa pertanyaan yang perlu kamu tanyakan:
- Apakah kamu bersikap dingin terhadap pasanganmu?
- Saat memikirkan tentang situasi tertentu apakah sukacitamu menghilang?
- Apakah kamu diam-diam ingin membenarkan diri atau ingin melakukan pembalasan?
- Apakah kamu mau pasanganmu mengalami rasa sakit seperti yang kamu alami?
- Apakah kamu memendam sikap tidak memaafkan?
Kabar baiknya adalah tidak ada pengikut Kristus yang mengalami kepahitan. Tak peduli apakah itu karena pelanggaran, rasa sakit atau ketidakadilan, kamu bisa mengalami kesembuhan dalam pernikahanmu. Mungkin hal itu butuh waktu, konseling atau menemui pendetamu.
Cincin masih melingkar di jemariku dan aku diingatkan untuk terus maju, tetap memperhatikan apa yang Tuhan inginkan melalui hidupku, terutama pernikahanku. Cincin ini menjadi pengingat untuk menghadapi tantangan, pikiran negatif dan masalah yang muncul. Dan mengajarkanku cara untuk melepaskan semua perasaan sakit, kekerasan hati dan kepahitan demi memperoleh kebahagiaan yang melimpah.
Hak cipta Heather Riggleman, disadur dari Crosswalk.com