Efesus 4: 29
Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 96; Lukas 17; Daniel 11-12
Merah muda adalah warna favorit cucu perempuanku. Dia menyampaikannya saat pertama kali melihat warna itu. Suatu malam, waktu dia sedang berbincang, dia menambahkan warna kuning sebagai warna favoritnya yang lain.
Kapan dia mengubah warna favoritnya? Kenapa dia berubah? Aku tahu dia sedang tumbuh dewasa dan orang-orang sering berubah pikiran soal banyak hal dalam dirinya. Mungkin ada penyebab yang mendasar soal hal ini.
Oh ya, dia punya alasan yang baik untuk menambahkan warna kuning. Yaitu saat dia mengikuti kursus musik, Nyonya Cooke, guru musik yang mengajarnya menyampaikan bahwa dia ibarat krayon kuning cerah yang memancar seterang mentari. Ini adalah gambaran yang bagus untuk cucuku! Gurunya benar. Alex, memang anak yang dikenal ceria dan bersemangat. Dia adalah sinar mentari yang cerah.
Kata-kata memang punya kuasa semacam itu. Sebuah pernyataan sederhana yang disampaikan oleh gurunya benar-benar menginspirasi cucuku. Ucapan itu membuatnya berubah pikiran untuk memasukkan warna kuning sebagai warna favoritnya yang lain.
Hal ini membuatku memikirkan tentang setiap ucapanku. Apakah aku sudah mengucapkan kata-kata yang baik, yang menyemangati dan menginspirasi orang lain?
Firman Tuhan sendiri memerintahkan kita untuk melakukannya.
“Perkataan mulut orang berhikmat menarik, tetapi bibir orang bodoh menelan orang itu sendiri.” (Pengkhotbah 10: 12)
“Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” (Efesus 4: 29)
Di dunia dimana kita tinggal, kita lazim mendengar hal negatif diucapkan. Sebagai seorang anak, aku pernah mendengar bahwa tongkat dan batu bisa mematahkan tulang. Tapi kata-kata tidak akan bisa menyakiti. Tentu saja pernyataan itu tidak benar. Kata-kata memang tidak secara terlihat mematahkan tulang, tapi dia bisa merusak jiwa kita.
Tuhan adalah Roh dan Kebenaran dan bahkan kebenaran perlu diucapkan melalui kasih.
“tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.” (Efesus 4: 15)
Saat kita butuh dikoreksi, ‘Jangan’ adalah kata peringatan yang bisa dipakai. Tuhan sendiri memakai kata ini di dalam Sepuluh Perintah. Ini adalah kata-kata yang diucapkan karena satu alasan, karena kasih-Nya dan untuk menjaga kita supaya tetap dalam kehendak-Nya. Sementara kata-kata negatif bisa menimbulkan luka fisik.
Kita bisa sakit atau patah tulang, namun tubuh kita punya kemampuan untuk kembali sembuh. Kita bisa melupakan rasa sakit yang kita rasakan. Seperti seorang ibu yang merasakan sakitnya melahirkan. Dan rasa sakit itu bisa terlupakan setelah menyaksikan anaknya. Tapi perkataan menyakitkan yang diucapkan oleh orang yang kita cintai, akan butuh waktu yang lama untuk menyembuhkan kemarahan dan luka yang diakibatkannya.
Suatu kali di hari Minggu di gereja, pendeta kami membagi jemaat menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok membaca Alkitab, mengucapkan kata-kata firman kepada orang-orang di seberang ruangan. Itu adalah salah satu momen terindah yang sangat membahagiakanku. Karena kata-kata firman itu sangat indah.
Alkitab berisi banyak sekali kata-kata yang positif dan indah. Bisakah kita mulai mengucapkan kata-kata yang baik dan mendukung? Aku rindu supaya kata-kata yang keluar dari mulutku adalah sesuatu yang menyenangkan hati Tuhan. Aku mau mengucapkan kata-kata penyemangat dan menginspirasi kepada orang lain, seperti yang disampaikan guru musik itu kepada cucuku.
Warna kuning akan selalu menjadi warna favorit cucuku. Warna sinar mentari yang membuat kita bersemangat!
Hak cipta Kathy Schultz, disadur dari Cbn.com