Artikel Pembaca : Pikir Dua Kali Sebelum Berteriak Pada Anak
Theresia Karo Karo Official Writer
4829
Tidak ada manusia yang sempurna, termasuk orang tua. Sebagai manusia, orang tua juga memiliki pikiran, perasaan, dan kehendak. Seringkali, hubungan antar suami – istri yang sedang tidak baik membuat mereka tidak sabar menghadapi anak. Dan tidak jarang anak terkena ‘getah’nya. Atau saat sedang lelah, frustrasi, emosi, dan amarah, terkadang orang tua meluapkannya dengan berteriak.
Tanpa bermaksud menggurui, namun apakah Anda tahu bahwa sikap yang ‘wajar’ dan umum terjadi ini bisa mengganggu perkembangan mental anak? Berikut beberapa alasan orang tua sebaiknya tidak berteriak pada anak:
Gangguan perkembangan emosional dan kepercayaan diri Masa kanak-kanak adalah masa emas perkembangan manusia. Anak-anak membutuhkan banyak dorongan positif untuk menjalani kehidupannya. Dorongan inilah yang membantu mereka percaya pada kemampuan dirinya. Dan secara tidak langsung memberi kesempatan pada mereka untuk berani mengeksplorasi diri dan mencoba hal-hal baru.
Berteriak belum tentu membuat mereka patuh pada orang tua. Tak jarang, teriakan-teriakan tersebut justru membuat anak tak paham dengan orang tua dan dirinya sendiri. Dalam keadaan ini, anak akan menjadi rentan sehingga mereka justru akan menjadi semakin nakal, susah diatur, mudah marah, menutupi kesedihan maupun kekecewaan, merasa ‘kecil’ atau minder. Akhirnya, anak pun akan menjadi manusia yang tidak berkembang. Jika perkembangan emosional dan kepercayaan dirinya terganggu, maka anak akan kesulitan dalam bersosialisasi dan membangun relasi. Perasaan tidak aman Berteriak kepada anak bisa menjadi pengalaman yang menakutkan dan menyebabkan trauma. Anak cenderung merasa takut dan tidak aman. Mereka akan patuh terhadap orang tua bukan karena kasih atau menghormati, tapi karena merasa takut, tertekan, dan terintimidasi.
Dampaknya adalah mereka menjadi takut melakukan sesuatu, mengemukakan pendapat, pikiran, dan isi hatinya, tak hanya kepada orang tua, tapi juga orang lain di sekitarnya. Hal ini dapat disebabkan karena cara pandang anak tentang orang lain akan tertutup, berkutat pada pandangannya terhadap orang tua.
Menjadi pendengar dan penyampai yang buruk Ketidak-pahaman mereka akan sikap orang tua yang sering berteriak tak pelak akan berimbas pada sikap anak ketika menghadapi orang lain. Anak akan menjadi pendengar dan penyampai yang buruk. Mereka akan sulit mendengarkan dan menerima (bisa juga cenderung menolak) kritik maupun saran orang lain, atau bahkan hanya sebatas cerita harian dari teman-temannya. Mereka juga akan bingung bagaimana menyikapi dan menanggapi hal tersebut.
Selain itu, seperti yang telah diulas sebelumnya, anak juga akan sulit memahami dan menyampaikan perasaannya. Sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi yang memaksakan kehendak, egois, mudah tersinggung, dan mudah marah. Kemarahan yang mereka luapkan juga disampaikan dengan ‘tidak sehat’. Seperti mengomel, menggerutu, berteriak, membanting sesuatu, menyakiti orang lain secara fisik maupun dengan kata-kata, mengutuki diri sendiri, mengurung diri, bahkan menyakiti diri sendiri.
Pola perilaku yang menurun Ingatlah bahwa anak adalah peniru yang ulung dan mereka belum memiliki cukup filter. Anak akan meniru dan menduplikasi orang tuanya, entah baik atau buruk. Jika orang tua terbiasa berteriak pada anak, maka jangan heran jika anak pun suatu ketika akan berteriak pada orang tuanya (di luar konteks ‘luka’ anak terhadap orang tua). Atau mungkin terhadap orang di sekelilingnya, seperti pembantu, saudara, atau teman-temannya.
Luka batin Teriakan yang diterima anak berpotensi menyebabkan luka batin. Anak bisa merasa terluka karena dibentak, diperlakukan kasar dengan kata-kata. Luka batin ini dapat mengakibatkan empat hal tersebut di atas sebagai bentuk pelampiasan ‘sakit hati’nya terhadap orang tua. Bila persoalan luka batin tidak terselesaikan, tentunya akan sangat berdampak pada kehidupannya kelak.
Itulah beberapa alasan mengapa orang tua sebaiknya tidak berteriak pada anak-anak. Usahakanlah agar tidak berteriak pada anak saat anda marah. Berteriak bukanlah cara agar anak mendengarkan anda. Cobalah mengajak anak anda berbicara dengan tenang sambil ditemani kue coklat, ataupun es krim sehingga hal ini membuat perasaanya lebih sabar dan lebih tenang. Barulah setelah itu anda dapat mengutarakan segala yang ingin anda sampaikan kepada anak anda. Anak adalah generasi penerus anda dan bangsa. Didiklah mereka sebagaimana mestinya sehingga mereka menjadi penerus yang gemilang untuk anda, keluarga, dan bangsa. Mencegah lebih baik daripada mengobati, bukan? Semoga membantu.
Penulis : William Yohanes
Tulisan ini adalah kontribusi dari visitor Jawaban.com, Anda juga dapat berbagi dan menjadi berkat dengan mengirimkan kisah inspiratif, kesaksian, renungan, pendapat Anda tentang isu sosial atau berita yang terjadi di lingkungan dan gereja Anda dengan mengirimkannya ke alamat email : [email protected].
Demi kenyamanan Anda selama mengakses Jawaban.com, kami menggunakan cookie untuk memastikan situs web kami berfungsi dengan lancar serta memberikan konten dan fitur yang relevan untuk Anda, dan meningkatkan pengalaman Anda di situs web kami. Data Anda tidak akan pernah diperjualbelikan atau digunakan untuk keperluan pemasaran. Anda dapat memilih untuk Setuju atau Batalkan terhadap penggunaan cookie dalam situs web ini. Learn more