Papaku adalah seorang ayah yang sering menyiksa anak-anaknya jika kami tidak menuruti perintahnya. Setiap pukulan dan siksaan yang dilakukannya membuat kami anak-anaknya sangat ketakutan dan kami tidak bisa melihat figure seorang ayah dalam diri papaku.
Sejak berumur enam atau tujuh tahun, perlakuan papa kepadaku mulai keras. Di pagi hari jika sukar untuk dibangunkan padahal sudah waktunya untuk pergi ke sekolah, papa langsung menyeretku ke kamar mandi dan tidak segan-segan untuk mengguyurku dengan air. Bajuku pun tidak sempat untuk kubuka. Di malam hari kalau aku sulit tidur, aku sering diseret oleh papa dan dikurung di gudang. Buat aku yang masih kecil, hal-hal seperti ini benar-benar sangat menyeramkan. Aku merasa jika papaku ada, maka hal-hal buruk akan segera terjadi.
Sang ibu mengenang perlakuan suaminya, Torang Siahaan, terhadap Ratulia, anak mereka.
"Terkadang saya berusaha menghalangi, tapi kalau suami saya lagi marah, semuanya menjadi sulit. Saya tahu ini tidak baik, jadi setelah kejadian saya sering bertanya pada suami, ‘Mengapa anak kita sering kamu pukul?' Memang biasanya suami saya melakukan hal itu jika anaknya tidak bisa diberitahu, sering membuat berantakan atau sukar saat diperintah untuk mandi, belajar atau berhenti untuk bermain. Saya melihat setelah diperlakukan keras seperti itu, kepribadian Ratulia semakin keras. Dia semakin sulit bila diberi nasehat".
Namun ternyata pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Beberapa tahun kemudian, Torang Siahaan dan istrinya mendatangi hamba Tuhan untuk dilayani konseling. Hal ini membuat Torang mengerti ada masalah dalam hidupnya. Torang bertobat dan memberikan hidupnya pada Tuhan.
"Oleh hamba Tuhan itu saya dituntun untuk melihat perjalanan hidup saya sejak masa kecil hingga saya menjadi seorang bapak. Di situ saya melihat banyak kejadian seperti suatu kilas balik. Mulai dari kecil saya nakal sekali. Bandel, sering melawan dan dipukuli orang tua. Saya juga melihat waktu saya berbuat hal yang sama pada anak saya. Waktu saya di-flash back itu dan melihat anak saya dipukul, saya merasa bahwa saya juga tengah dipukuli oleh orang tua saya. Saya merasa sakit, sedih dan terluka. Saya kemudian berdoa minta maaf, minta ampun lalu hamba Tuhan itu mendoakan saya agar Tuhan memberi hati yang lembut, hati yang penuh belas kasihan".
Meskipun akhirnya bertobat, namun perubahan hidup papa tidak memberi dampak bagiku. Biarpun papa sudah bertobat, biarpun aku sudah tidak mengingat akan perlakuannya, hatiku tetap merasa dendam. Biarpun papa sudah baik, tetap saja aku masih terluka atas semua perbuatannya. Aku tidak bisa memaafkan papa karena pengalaman yang membekas itu.
Beberapa waktu kemudian aku mengikuti sebuah retreat di gerejaku. Pada session pertama pendetanya bercerita tentang ‘Kasih Bapa' dan tentang figur ayah. Saat itu aku tahu, secara tidak sadar jika berdoa, aku tidak pernah memanggil Tuhan itu sebagai Bapa karena figur bapa bagi aku telah dirusak karena perlakuan papaku. Sampai di akhir session itu, pada waktu altar call, aku maju ke depan memenuhi panggilan pendeta bagi siapa yang mempunyai masalah dengan figur ayah. Dan aneh sekali. Perlakuan papa yang kasar sewaktu aku masih kecil, perlakuan papa yang dulu dan telah lama kulupakan meskipun dendam itu masih tertinggal dalam di hatiku, tiba-tiba saja semuanya teringat kembali. Aku terus didoakan sampai akhirnya aku merasakan sesuatu yang berbeda terjadi. Bebanku yang terasa berat seperti terangkat. Aku tahu Tuhan mengampuniku dan memulihkan seluruh keberadaanku.
Setelah itu aku diminta untuk bersaksi di gereja bagaimana perasaanku setelah mengikuti retreat. Selama ini papa tidak tahu apa yang aku rasakan di dalam hatiku. Papa baru tahu ketika aku kesaksian di gereja tersebut. Saat itu papa menangis dan memeluk aku serta meminta maaf untuk semua perlakuannya dahulu.
Torang Siahaan juga mengalami jamahan Tuhan lewat kesaksian itu.
"Hati saya senang sekali, luar biasa bersukacita. Ada keharuan ketika saya mendengar apa yang dirasakan anak saya dan bagaimana mendengar dia memberi pengampunan bagi saya. Saya berpikir dan terheran-heran mengapa saya bisa setega dan sekasar itu kepada anak saya".
Sejak saat itu terjalin hubungan yang indah antara aku dan papa. Aku sudah memaafkan papa dan papa sudah berlaku baik kepadaku. Dalam moment itu aku sudah mengungkapkan semua yang ada di hatiku. Papa tahu semuanya dan papa tahu jika aku sudah mengampuni dia. Mungkin papaku tidak seideal menurut pandangan mata jasmani, tapi aku tidak mau menukar papaku dengan figur orang lain. Aku sayang papaku yang sekarang. Aku benar-benar berterima kasih pada Tuhan karena aku punya papa seperti sekarang ini yang selalu bersama-sama dengan aku. (Kisah ini telah ditayangkan 18 September 2002 dalam acara Solusi di SCTV).
Sumber Kesaksian :Ratulia Siahaan