Ayat Renungan: Yesaya 6:8 - "Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: 'Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?' Maka sahutku: 'Ini aku, utuslah aku!'"
Ayat di atas muncul saat nabi Yesaya mengalami penglihatan yang tak terduga. Ia bertemu dengan Tuhan yang hidup dan menyaksikan sosoknya yang tinggi dan menjulang, bersama-sama dengan serafim. Penglihatan itu begitu menakjubkan sehingga membuat Yesaya merasa hancur, menyadari dosa dan keterbatasannya sendiri.
Lalu seorang dari antara serafim itu menyentuh bibirnya dengan bara api yang diambil dari mezbah, dan menyatakan bahwa dia tahir, karena dosa-dosanya telah diampuni. Setelah itu, ia mendengar Allah berkata, "Siapakah yang akan Kuutus?"
Yesaya meresponi panggilan Tuhan dengan penuh semangat. Karena dia menyadari bahwa itu adalah menjadi utusan Tuhan adalah sebuah kehormatan besar. Ia segera berkata, "Ini aku, utuslah aku!", bahkan sebelum mengetahui tugas apa yang akan ia kerjakan.
Tahukah Anda bahwa respon Yesaya sangat berbanding terbalik dengan Musa (Keluaran 3:4–4:17). Saat Tuhan memanggil Musa dari semak yang terbakar untuk mengutusnya membebaskan bangsa Israel, Musa tahu betul apa tugasnya tetapi dia ragu dan menolak panggilan itu dengan berbagai alasan. Bahkan, ia sampai meminta Tuhan mengutus orang lain. Walaupun Tuhan terus mendesak dan akhirnya Musa tetap mengerjakan panggilan itu.
Bukankah kita terkadang sama seperti Musa? Kita tahu sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mendatangkan terang Tuhan atas dunia. Namun dengan berbagai alasan, kita menunda untuk melakukannya. "Ya Tuhan, aku kan masih terlalu muda belum merasakan banyak kesenangan dunia ini. Jadi tunggu dulu sampai aku puas dan akan melayaniMu." Atau ada juga yang berkata, "Yah, aku ini orangnya gak bisa lho dekatin orang. Jadi gak mungkin aku bisa membagikan kabar baik ke orang lain. Itu bukan tugasku Tuhan." Dan ada banyak alasan lain yang kita sampaikan ke Tuhan.
Hari ini, mari memposisikan diri kita seperti Yesaya mendengar Tuhan bertanya, "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Jika Anda adalah Yesaya, apa respon Anda? Ambil beberapa waktu saat ini untuk merenungkan: Di mana Tuhan ingin Anda berdiri sebagai terang-Nya? Dalam keluarga, pekerjaan, gereja, atau komunitas Anda?
Tuhan tidak menanti orang yang sempurna, Dia menanti hati yang bersedia.
Mari berdoa:
“Tuhan, hari ini aku mendengar panggilan-Mu. Seringkali aku takut dan penuh alasan. Namun aku tidak ingin menunda lagi. Aku mau menjawab seperti Yesaya: “Ini aku, utuslah aku.” Pakailah hidupku untuk tujuan-Mu yang mulia. Amin.”