“Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”
Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]mazmu50[/kitab]; [kitab]filip1[/kitab]; [kitab]yesay53-54[/kitab]
Kisah ini diambil dari buku Connecting, karangan Larry Crabb. Dalam sebuah acara retret bagi kaum muda bermasalah, seorang gadis berdiri untuk menyampaikan pergumulannya. Dengan bibir bergetar dan air mata yang membasahi pipi, ia mengaku, “Saya telah menjadi pelacur selama tiga tahun terakhir ini. Saya sangat menyesal.”
Saat gadis itu masih berdiri dengan gamang, ayahnya berjalan menghampiri, lalu memeluknya dan berkata, “Saat aku melihatmu, aku tidak melihat seorang pelacur di dalam dirimu. Kamu sudah dibasuh oleh darah Kristus. Kini aku melihat putriku yang cantik.”
Bukan sekedar kisah keluarga yang menyentuh, melainkan juga memuat pelajaran yang patut diterapkan dalam kehidupan bergereja. Khususnya saat menyikapi anggota jemaat bermasalah. Bagaimana tanggapan kita terhadap saudara seiman yang jatuh ke dalam dosa? Tidak jarang kejadian tersebut mungkin menjadi ajang penghakiman dan pergunjingan atau bahan gosip.
Sejatinya, gereja adalah keluarga Allah. Seseorang yang jatuh ke dalam dosa, bukanlah penyakit yang harus disingkirkan, melainkan saudara yang harus diperhatikan dan ditolong. Sama seperti yang dilakukan ayah gadis tersebut, kita dapat belajar untuk tidak fokus pada kesalahan yang diperbuat. Tetapi fokus terhadap realitas kita sebagai orang yang telah ditebus oleh Kristus dan pemulihan yang tersedia di dalam anugerah-Nya. Sikap semacam ini mengandung daya pemulihan yang manjur untuk membangkitkan kembali mereka yang jatuh. Seperti yang dilakukan Yesus terhadap perempuan yang berbuat zinah.
Kemurahan Tuhan dimaksudkan untuk menuntun kita kepada pertobatan.