Kisah Fifi Lety Tjahaja Purnama, Lepaskan Pengampunan Dan Mencintai Indonesia
Sumber: Jawaban Channel

Milenial / 23 September 2024

Kalangan Sendiri

Kisah Fifi Lety Tjahaja Purnama, Lepaskan Pengampunan Dan Mencintai Indonesia

Puji Astuti Official Writer
1017

Tragedi Mei 1998 masih menjadi kenangan pahit bagi banyak warga keturunan Tionghoa di Indonesia, termasuk Fifi Lety Tjahaja Purnama, adik dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam sebuah wawancara dengan Cahaya Bagi Negeri, Fifi menceritakan pengalamannya yang mencekam saat terjebak dalam kerusuhan yang terjadi di Jakarta. 

Pertolongan Tuhan Di Tragedi 1998 

"Saat itu, saya ada di Jakarta. Saya sedang menyetir menuju kantor di Sudirman, Bank Bali tempat saya bekerja," kenang Fifi.  

Ia melanjutkan, bahwa dalam perjalanan itu, mobilnya diserang oleh sekelompok massa yang sudah berkumpul dan berteriak-teriak. Massa kemudian mengepung mobilnya dan melempari dengan batu besar.  

"Kaca depan pecah, kaca samping pecah, dan telinga saya sudah berdarah. Harusnya saya gegar otak kalau melihat ukuran batu yang dilempar," ungkapnya. 

Dalam keadaan terpojok, Fifi hanya bisa berdoa. "Saat mereka mengepung, saya hanya bisa berteriak, 'Yesus, tolong!'. Gelap sebentar, dan tiba-tiba ketika saya tersadar lagi, orang-orang itu sudah hilang, seperti lenyap begitu saja," tutur Fifi, menceritakan peristiwa yang penuh ketegangan tersebut. 

Kondisi Jakarta mencekam saat itu membuat keluarganya yang bertempat tinggal di Muara Karang merasa tidak aman. "Kami hampir dikepung massa lagi. Kakak saya sudah sampai membela diri," ungkapnya. 

Meninggalkan Indonesia Dengan Trauma 

Kejadian tersebut membuat Fifi memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan kembali ke Australia.  

"Saya sudah tidak ingin pulang lagi. Saat di Australia, saya bertemu dengan seorang pendeta bernama Pak Samuel. Dia bilang kepada saya, 'Fifi, kalau kamu takut, kamu tidak percaya kepada Tuhan'. Kata-kata itu membuat saya merenung." 

Meskipun merasa takut dan trauma, Fifi akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Namun, ia kembali dihadapkan pada diskriminasi, terutama saat menghadapi kasus yang menimpa Ahok.  

"Papa saya selalu mengajarkan kami untuk mengasihi saudara-saudara Muslim, tetapi kenyataannya perlakuan yang kami terima sangat berbeda. Saya sempat marah dan benci, sampai-sampai berpikir ingin pindah ke luar negeri dan tidak ingin tinggal di Indonesia lagi," ujarnya dengan sedih. 

Baca halaman selanjutnya -->

Sumber : Cahaya Bagi Negeri
Halaman :
12Tampilkan Semua

Ikuti Kami