Pernahkah Anda bertanya, mengapa Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan juga Raja segala raja (1 Timotius 6:14-16) memberikan kita teladan untuk melayani seperti hamba atau budak?
Dalam masyarakat kuno di Timur Tengah, kebanyakan perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki. Jalan-jalan sering berdebu atau berlumpur, tergantung pada musim. Alas kaki yang umum adalah sandal, yang tentunya tidak banyak melindungi dari kotoran.
Karena itu, mencuci kaki saat memasuki rumah menjadi kebiasaan penting, baik sebagai tindakan kebersihan maupun sebagai tanda penghormatan atau keramahan. Pekerjaan ini dianggap rendah dan biasanya dilakukan oleh budak atau hamba, yang posisinya paling rendah dalam masyarakat.
Dalam Perjanjian Baru, yang ditulis dalam bahasa Yunani Koiné, kata yang sering diterjemahkan sebagai "hamba" atau "budak" adalah "δοῦλος" (doulos). Kata ini mengandung konotasi seseorang yang sepenuhnya tunduk kepada kehendak dan otoritas tuannya. Penulis Perjanjian Baru menggunakan kata ini untuk menggambarkan total pengabdian kepada Allah dan Yesus Kristus.
Dalam Perjanjian Lama, yang ditulis dalam bahasa Ibrani, kata yang sering digunakan adalah "עבד" (ebed). Kata ini memiliki makna yang luas, termasuk hamba, budak, dan pelayan, menggambarkan individu yang melayani orang lain atau Allah dengan setia dan taat.
Baik dalam bahasa Yunani maupun Ibrani, kata-kata ini menekankan hubungan total ketergantungan dan komitmen. Secara spiritual, ini menjadi metafora yang kuat untuk menggambarkan hubungan antara pengikut Kristus dengan Tuhan mereka, dengan penekanan pada pelayanan, pengorbanan, dan pengabdian total kepada kehendak Ilahi.
Ketika Yesus membasuh kaki para murid-Nya, Dia secara simbolis mengajarkan bahwa tidak ada pekerjaan yang terlalu rendah untuk dilakukan dalam semangat kasih dan pelayanan kepada sesama. Melalui tindakan ini, Yesus menunjukkan prinsip kerendahan hati dan pelayanan kepada murid-murid-Nya.
Alkitab mengajarkan bahwa identitas seorang pengikut Kristus dalam Kerajaan Allah adalah seperti yang dijelaskan dalam 1 Petrus 2:9:
"Tetapi kamu adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib."
Istilah "imamat yang rajani" menggabungkan dua konsep ini—imamat dan kerajaan—untuk menggambarkan identitas dan panggilan umat percaya. Ini mencerminkan dua peran utama:
Dengan identitas kita sebagai imamat yang rajani, kita adalah pribadi yang berharga dan mulia. Namun, seperti yang telah diteladankan oleh Yesus Kristus, kita dipanggil untuk melayani dengan kerendahan hati dan kasih kepada sesama. Dengan sikap hati seorang hamba, kita juga dipanggil untuk hidup dalam ketaatan penuh kepada Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus.
Meneladani sikap hati seorang hamba seperti yang dicontohkan oleh Yesus Kristus memang bukanlah hal yang mudah. Setiap hari, kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang menguji kerendahan hati dan komitmen kita dalam melayani sesama.
Kami mengundang Anda untuk berbagi pengalaman dan pendapat Anda mengenai bagaimana Anda berusaha menerapkan sikap hati seorang hamba dalam kehidupan sehari-hari. Ceritakanlah tantangan apa saja yang Anda hadapi dan bagaimana Anda mengatasinya di kolom komentar.Apa yang Anda bagikan dapat memberikan inspirasi dan dukungan bagi orang lain yang juga berjuang untuk mengikuti teladan Kristus dalam kehidupan mereka.
BACA JUGA :
Sumber : Puji Astuti | Jawaban.com