Sebuah film drama remaja berjudul “Dua Garis Biru” dirilis pada tahun 2019 menarik perhatian banyak pihak. Pasalnya kisah film ini adalah realita menyedihkan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia, yaitu kehamilan masa remaja dan pernikahan dini.
Faktanya, menurut data yang dikutip oleh Media Indonesia jumlah kehamilan atau pernah hamil anak remaja perempuan Indonesia berusia 10-19 menurut data dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 adalah : pernah hamil sebesar 58,8 persen dan 25,2 persen sedang hamil.
Data lain dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga mengungkap fakta miris lainnya. Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengungkapkan bahwa terjadi pergeseran usia pada remaja yang melakukan hubungan seks pertama kali.
Dalam sebuah acara Juni 2023 lalu, Hasto menyatakan pada 2008 atau 15 tahun lalu proporsi anak remaja pertama kali berhubungan seks pada usia 21 tahun sebanyak 60%, usia 23 tahun ke atas sebanyak 20%, dan di bawah 21 tahun sebanyak 20%. Hal ini masih dianggap wajar karena usia 21 tahun merupakan usia ideal menurut BKKBN, karena mereka dianggap telah siap secara fisik dan mental.
Namun data terbaru mengungkap proporsi remaja yang pertama kali berhubungan seks pada usia 19–20 tahun sebanyak 20%, usia 16–17 tahun bahkan sebanyak 60%, dan ada pula pada usia 14–15 tahun sebanyak 20%.
Indonesia juga di sorot oleh UNICEF karena banyaknya pernikahan dini yang terjadi. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-8 dunia dan posisi ke-2 di ASEAN dalam hal jumlah pernikahan dini. Yaitu mencapai 1,5 juta kasus.
BACA JUGA:
Anak Sedang Mencari Jati Diri, Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua Kristen?
17,95 Juta Remaja di Indonesia Terkena Penyakit Gangguan Mental, Orang Tua Harus Gimana?
Kehamilan di luar nikah pada remaja menjadi masalah serius yang membutuhkan pemahaman dan penanganan yang tepat. Yang menjadi faktor penentu dalam melindungan mereka adalah orangtua, benteng pertama dimana anak di asuh dan dibesarkan. Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini perlu diperhatikan secara serius:
Budaya timur yang memiliki banyak tabu menjadi salah satu penyumbang anak remaja rentan dengan pergaulan bebas. Karena edukasi seksual sejak dini akan membuat anak mendapatkan pemahaman yang baik akan dampak dari hubungan seksual. Untuk itu orangtua perlu memahami dengan baik bahwa rasa tabu malah akan membahayakan anak mereka. Remaja yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya seks cenderung mengambil risiko tanpa memikirkan konsekuensinya.
Pengawasan keluarga memainkan peran penting dalam melindungi anak. Kurangnya pengawasan dan pemahaman orang tua terhadap aktivitas anak dapat membuat mereka rentan terhadap pergaulan yang tidak sehat.
Selain pergaulan langsung di sekolah dan lingkungan sekitar, saat ini salah satu bahaya paling mengancam adalah paparan dunia maya dan sosial media. Banyak anak remaja yang terjerat oleh dunia pornografi, dan bahkan penipuan di sosial media yang membuat mereka bahkan menjadi korban perdagangan anak.
Banyak anak remaja lari kepada pergaulan dan bahkan hubungan yang bebas karena mereka tidak mendapatkan rasa nyaman dan kasih sayang di rumah mereka. Contohnya seperti tidak mendapatkan perhatian dari ayah dan ibu atau sebaliknya orangtua yang terlalu mengekang, cara komunikasi yang kasar atau mengalami dan terpapar KDRT, tidak didengarkan pendapatnya dan hal lainnya.
Kondisi ekonomi yang sulit dapat membuat remaja mencari solusi di luar perkiraan, termasuk terlibat dalam hubungan yang tidak bertanggung jawab.
Faktor iman dan nilai-nilai dalam keluarga sangat penting, karena hal tersebut pada akhirnya akan menjadi pemandu bagi anak dalam menentukan arah hidupnya hingga ia dewasa. Amsal 22:6 menyatakan, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”
Pendidikan yang terpenting bukan hanya akademis, namun juga pemahaman tentang kebenaran firman Tuhan dan pengenalan akan Allah. Hal tersebut yang akan menjadi panduan bagi anak untuk membuat keputusan-keputusan yang benar dan bijaksana, seperti yang dinyatkan dalam Amsal 9:10, “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.”
Pada akhirnya banyaknya pernikahan dini dilakukan untuk menutupi terjadinya kehamilan di luar nikah atau untuk menyelamatkan wajah keluarga. Hal tersebut bukan menjadi jalan keluar untuk anak-anak muda tersebut, malah menyebabkan masalah baru karena mereka tidak siap secara fisik, mental maupun spiritual. Hasil akhirnya adalah banyaknya kasus konflik keluarga berujung pada perceraian.
Sumber : Puji Astuti | Jawaban.com