Lockdown dan Pornografi
Sumber: canva

Kata Alkitab / 5 August 2022

Kalangan Sendiri

Lockdown dan Pornografi

Lori Official Writer
2419

Setelah tidak hadir dalam waktu cukup panjang, penulis kembali menampilkan sebuah tulisan berdasarkan apa yang terjadi selama dua tahun terakhir ini, yaitu sebuah kaitan antara lockdown dan pornografi.

Lockdown yang berkepanjangan akibat COVID-19 dipandang dan diterjemahkan sebagai isolasi fisik, perasaan terisolasi ini mendorong individu untuk membuang waktu online tanpa tujuan yang pasti. Individu memilih menghabiskan lebih lama, durasi waktu online yang tidak normal ketika bosan, yang mengarah pada peningkatan konsumsi pornografi online.

Pada tahun 2019, Pornhubâ’¸, salah satu situs web berbagi video porno terbesar di dunia, mencatat 42 miliar kunjungan—kira-kira 5 kali lipat populasi dunia. Situs ini juga menghubungkan bahwa perintah untuk tinggal dirumah telah menyebabkan peningkatan kunjugan terhadap situs ini.

 

Baca Juga: Sempat Kecanduan Film Porno, Revy Halim Bagikan Tips Lepas Dari Pornografi

 

Tampaknya terjadi pergeseran pengertian di dunia Psikologi maupun agama bahwa apa yang dianggap tabu dahulu, hari ini dianggap sebagai sesuatu yang normal. Anjuran untuk menonton video porno hari ini dipandang sebagai “Prilaku koping konstruktif” (Constructive coping behavior) untuk mengatasi “kebosanan dan ketakutan”. Pandangan yang berlaku pada hari ini adalah bahwa pornografi merupakan pilihan yang lebih aman dibandingkan dengan interaksi seksual secara langsung. Dengan demikian terjadi pergeseran moral secara drastis.

Injil Matius 5:27-30 mengingatkan kita sekalian, “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. “28 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. 29 Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. 30 Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.”

Dua kata kunci yang tertulis dalam ayat 28 diatas adalah “memandang dan mengiginkannya”. Yesus berkata bahwa memandang seorang wanita dan menginginkannya (nafsu) adalah dosa. Jadi jika engkau menikmati pornografi, engkau berdosa. Yesus kemudian mencapai kesimpulan yang logis: Karena memandang seorang wanita dengan nafsu adalah dosa, oleh karena itu, engkau harus mencungkil matamu jika itu menyebabkan engkau berdosa. Mencungkil mata tidak harus diartikan secara harfiah, Yesus lebih mengarahkan penggunaan mata untuk melihat apa yang berkenan dimata Tuhan dan bukan untuk menimbulkan nafsu rendah. Dan Yesus mendukung kesimpulan tersebut dengan dua alasan paralel: lebih baik kehilangan daripada seluruh tubuhmu utuh namun masuk neraka. Artinya lebih baik kehilangan mata yang memandang sesuatu yang tidak bermoral (meninggalkan kebiasaan nonton pornografi) dari pada masuk neraka.

Jika engkau tidak nonton video porno dihadapan orang tua, mertua, dan anak-anakmu, namun engkau melakukannya dibelakang punggung mereka, apakah yang menyebabkan engkau berpikir bahwa engkau aman-aman saja dengan menonton dihadapan Tuhan yang Maha Hadir? Bukankah engkau menunjukkan sikap yang sangat tidak hormat terhadap Tuhan? Bukankah ini sebuah kemunafikan, sementara matamu memindahkan gambar yang tidak bermoral kealam pikiranmu, engkau menggambarkan tentang keindahan Tuhan kepada sahabat, anak atau saudara-saudaramu. Kesucian Tuhan telah engkau coreng sedemikian rupa dengan mengotorkan tubuhmu yang adalah bait Allah.

 

Baca Juga: Berlakukan Lockdown, Apa Sebenarnya Tujuannya Selama Masa Wabah Corona Saat Ini?

 

Pandemi COVID-19 memiliki kemungkinan terbatas untuk seks bebas dan perilaku lainnya, membuat individu condong ke pornografi sebagai alternatif yang paling mudah diakses, terjangkau, dan anonim. Besar kemungkinan pengabaian moral terkait erat dengan nilai moral individu yang bersangkutan yang sudah barang tentu terhubung dengan religiusitasnya.

Dengan demikian seseorang akan berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan kecanduan pornografi karena ketidakselarasan yang dirasakan dengan perilaku dan keyakinan seseorang (apakah ia terhubung dengan Tuhan dalam kehidupan kesehariannya atau ia sudah menolak Tuhan dengan kesadaran penuh karena ia berpendapat bahwa ia menemukan “ketentaraman” dalam kecanduanya?). Waktu yang dihabiskan untuk pornografi dapat menyebabkan gejala kecanduan pornografi (distress dan preokupasi) karena perilaku dan keyakinan akan Tuhan yang maha hadir saling bertentangan. Keluarga bermasalah juga dapat menjadi faktor risiko selama COVID-19, karena hubungan keluarga yang disfungsional atau lemah juga berkorelasi dengan penggunaan pornografi yang lebih besar, terutama pada remaja.

Perlu diingat bahwa pornografi atau kecanduan internet dapat membuat “re-adaptasi” setelah pandemi menjadi rumit dan sulit untuk diatasi bagi individu yang, karena lama tinggal di rumah, mengadopsi gaya hidup ini dan telah mengembangkan ketergantungan pada kegiatan ini sebagai bagian penting dari kehidupan mereka. Apakah Alkitab sebagai standar moral dibicarakan secara teratur kepada anak-anak dan apakah seorang suami sudah memandikan isterinya dengan Firman Tuhan? Apakah Anda sebagai orang dewasa atau orang tua secara teratur setiap hari menyelidiki kebenaran Firman Tuhan dan mengambil waktu untuk menyembah-Nya. Apakah takut akan Tuhan itu masih ada dalam hidupmu sehingga engkau memilih untuk tidak tunduk kepada kehendak dagingmu?

Penulis ingin mengajak para orang tua dan anak muda untuk bertobat dan kembali kepada jalan-Nya. Hal ini dimungkinkan jika Anda memiliki kesadaran diri (self-awareness) dan dengan demikian manajemen diri (self-management) serta motivasi internal (internal-motivation) yang dikenal sebagai sebagai pengontrolan diri yaitu buah roh seperti yang tertulis dalam Galatia 5:22-23. Semoga boleh menjadi berkat dalam segala keterbatasan dan kesederhanaan tulisan ini.

 

Penulis

Rev.Dr. Harry Lee, MD.,PsyD

Gembala Restoration Christian Church di Los Angeles – California

www.restoration117.org

Sumber : Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami