Di tengah konflik yang melanda gereja saat ini, pemimpin
Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus menyampaikan bahwa solusi untuk meredakan kondisi
tersebut adalah dengan mencari kehendak Tuhan lewat telinga yang mau mendengar, hati yang merenungkan dan memutuskan dengan pimpinan Roh Kudus.
“Sebenarnya Roh Kuduslah yang membantu mengatasi pikiran
sempit dan ketegangan, dan Roh itu sendiri bekerja di dalam hati untuk
membangun persatuan dalam kebenaran dan kebaikan,” kata Paus saat melakukan Misa Mingguan di Lapangan Bundaran St Peter, Rabu (23/10) kemarin.
Dia lalu mengutip bagian kitab Kisah Para Rasul sebagai pesan
penutup dalam pertemuan Sinode para Uskup Amazon dan menekankan tentang makna sinodelitas dalam gereja.
Paus lalu menceritakan bagaimana para rasul di masa Perjanjian
Baru tidak menemukan kesepakatan yang resmi tentang apakah orang-orang yang
tidak percaya Tuhan harus berpegang teguh pada hukum musa atau tidak. Dan apakah mereka harus disunat lebih dulu lalu dibaptis?
Saat itu, rasul Paulus dan Barnabas berkonsultasi kepada para
rasul dan penatua Yerusalem dan mendapati kalau ternyata pandangan mereka bertentangan dengan apa yang dibutuhkan seseorang untuk memperoleh keselamatan.
Saat para petinggi Gereja Katolik saat itu melakukan pertemuan, muncullah beragam pertanyaan tentang teologi, kerohanian dan disiplin yang sangat rumit yaitu pembahasan tentang hubungan antara iman kepada Yesus Kristus dan ketaatan pada hukum Musa.
Baca Juga:
Lewat Pidatonya, Menlu AS Mike Pompeo Sampaikan 3 Tugas Seorang Pemimpin Kristen
Gereja Dibongkar & Jemaat Disuruh Keluar, Tindakan Kejam Pemerintah China ke Umat Kristen!
Lalu rasul Petrus dan Yakobus mengundang para majelis gereja untuk
mengajukan supaya tidak memaksakan orang-orang tidak percaya untuk disunat. Tapi
mereka harus menolak penyembahan berhala dan segala macam tradisinya. Lalu solusi itupun mendapat sambutan dan disahkan saat itu.
“Sidang di Yerusalem itu memberikan cahaya penting bagi kita
tentang cara menghadapi konflik dan mencari kebenaran dama kasih. Hal itu
mengingatkan kita bahwa metode gerejawi untuk menyelesaikan konflik didasarkan
pada dialog yang terdiri dari mendengarkan dengan penuh perhatian dan sabar dan dengan kebijaksanaan yang dilakukan dengan terang Roh Kudus,” kata Paus.
Paus melanjutkan, sinodelitas gereja adalah tentang kehadiran Roh
Kudus di tengah-tengah majelis gereja. Kalau ternyata Roh Kudus tidak
dilibatkan, maka itu bukanlah sinode. Melainkan sekadar ruang pertemuan parlemen saja.
Perlunya menyelesaikan konflik seperti itu dihasilkan dari fakta
bahwa para rasul membawa firman Allah ke tempat-tempat baru. Sebenarnya, Kisah
Para Rasul menunjukkan bahwa gereja itu menyebar ke seluruh dunia untuk membagikan
firman Tuhan dan memakai tindakan penganiayaan dan pengasingan untuk menyebarkan injil ke negara-negara baru.
“Gereja bukan benteng, tapi tenda yang mampu memperluas dan
menawarkan akses kepada semua orang. Gereja yang ‘keluar’ selalu memperluas ruangnya sehingga semua orang bisa masuk,” jelasnya.
Gereja-gereja masa kini, pada kenyataannya harus selalu membuka
pintunya karena inilah simbol dari gereja yang sebenarnya. Kapan pun seseorang
merasa tergerak oleh Roh Kudus dan mencari Tuhan, mereka tidak ditolak karena pintu gereja tertutup.
Satu-satunya harapannya adalah melihat gereja, terutama para
uskup dan imam memahami tanggung jawab mereka untuk membangun persekutuan dengan Kristus di dalam gereja.
“Semoga Tuhan membantu kita menjalani dialog, mendengarkan
dan bertemu dengan saudara-saudari kita dalam iman dan dengan mereka yang jauh (dari
iman) untuk mengalami dan menunjukkan kesuburan gereja, yang dipanggil untuk
berada di setiap momen dimana seorang ibu bersukacita karena memiliki banyak anak,”
pungkasnya.
Roh Kudus adalah pribadi penolong yang dikirimkan Tuhan untuk
kita. Roh Kudus bekerja untuk menginsafkan dan bahkan memberikan kita hikmat dalam
melakukan segala tindakan kita. Dia juga memampukan kita untuk membedakan mana yang
benar dan yang salah. Karena itulah, gereja dan para pemimpinnya perlu mengandalkan
Roh Kudus setiap saat.