Anak butuh proses untuk menerima
Menurut Michael, anak laki-laki cenderung dapat menerima kehadiran
orangtua tiri, sedangkan anak perempuan cenderung marah karena merasa terancam, khususnya jika sang ibu yang menikah lagi.
Namun baik anak laki-laki maupun perempuan responnya dipengaruhi oleh watak mereka dan pola pengasuhan orangtua.
Dalam sebuah artikel berjudul “Saat Ortu Menikah Lagi dan Kita Diharuskan Nerima Keluarga Tiri” di Gogirl.id, beberapa orang ditanya perasaan mereka saat ortunya menikah lagi.
“Pas mereka cerai ya kayak disamber geledek. Aku nangis-nangis nggak terima dan masih denial gitu, “Pasti entar balikan lagi". Langsung berasa
jadi anak paling solehah sedunia, rajin sholat, ngaji, dan doa biar mereka
rujuk he he.. makannya sedih banget pas ayah ngabarin bakal nikah lagi karena
berarti mereka udah nggak mungkin balikan. Tapi karena bunda E baik, jadi ya
nggak gitu lagi. Apa lagi sejak pas punya adek baru. Jadi waktu ibu nikah lagi,
kita malah seneng karena berarti ibu tidur ada yang nemenin, nggak perlu nunggu kita nginep di rumahnya,” demikian
ungkap V (15) yang orangtuanya bercerai selepas kakak V meninggal karena sakit.
Senada dengan V, F yang sudah berusia 20 tahun pun sedih saat orangtuanya pisah,” Pas mama dan papa pisah aku ngerasa kayak semuanya
hancur, apa lagi karena kakakku baru aja meninggal. Waktu mereka masing-masing
mau nikah lagi aku juga sedih karena aku kira mereka masih bisa balik lagi tapi
ternyata nggak. Cuma pas ngeliat mereka seneng setelah nikah dengan pasangan baru, aku juga ikut seneng? ?
Lalu bagaimana sih menolong anak-anak yang menghadapi keadaan seperti di atas?
1. Ijinkan anak
untuk mengungkapkan perasaan dan juga berduka karena perpisahan kedua orangtuanya.
Kebanyakan
mereka akan berpikir “Ini hanya sementara, mereka akan rujuk lagi, dll” saat
orangtuanya bercerai. Ini menjadi salah satu alasan penolakan anak saat
orangtuanya menikah lagi. Anak juga kadang sulit mengungkapkan perasaan sedih
dan duka mereka. Mereka mungkin merasa marah, frustrasi, sedih, dan depresi, tetapi itu adalah ekspresi yang wajar dari rasa kehilangan.
Ajar mereka
mengungkapkan perasaan mereka, mungkin itu melalui bercerita langsung, berdoa,
menuliskannya dalam sebuah diary atau bahkan dengan bantuan konselor professional.
Beritahu mereka bahwa Tuhan Yesus pun merasakan rasa sakit di hati mereka, dan Dia ingin menyembuhkan luka hati itu.
2. Anak kadang
merasa bersalah karena menganggap dirinya menjadi salah satu penyebab perpisahan orangtua.
Hal ini tentu
harus dijelaskan bahwa dia bukanlah penyebabnya. Baik ayah dan ibu harus
sepakat untuk meyakinkan anak tentang hal ini, jika tidak anak menjadi terbeban dan bisa merasa frustrasi.
3. Jangan membuat anak berpihak pada salah satu orangtua.
Ya, membuat dia
berpihak akan membuat anak tertekan, karena keduanya tetap orangtuanya dan tentu dia mengasihi keduanya.
4. Belajar untuk mengampuni
Pengampunan
adalah kunci dari pemulihan, termasuk dalam hubungan antara orangtua dan anak.
Seperti Yesus berdoa di kayu salib,”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka
tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34) demikian juga kita harus mengampuni. Hal ini harus dilakukan setiap hari.
Kasus perceraian dan pernikahan
kembali menimbulkan banyak luka, tentu hal ini harus disembuhkan agar anak-anak
tidak membawa beban masa lalu dalam hidup mereka. Tuhan pun menginginkan agar
hubungan orangtua dan anak dipulihkan, sehingga gambaran kasih Tuhan dalam
hidup sang anak tidak rusak karena hancurnya hubungan orangtua. Nah, itu
pentingnya berdoa dan juga menolong anak-anak yang menjadi korban perceraian.
Kalau kamu mengalami masalah serupa di atas dan tidak tahu harus berbuat apa, kamu bisa menghubungi Sahabat24, SMS WA 081703005566 atau telp di 1-500-224 dan 0811 9914 240 bisa juga email ke [email protected] atau lewat Live Chat dengan KLIK DISINI, konselor kami siap membantumu.
Sumber : Berbagai Sumber | Jawaban.com