Kehidupan keluargaku, dari segi ekonomi bisa dikatakan sangatlah berkecukupan. Sejak kecil, setiap aku ingin menghabiskan waktu bersama ayah, ia akan memberiku uang untuk dihabiskan bersama teman-teman.
Namun, dibalik banyaknya uang yang kami miliki, ayah jarang punya waktu untuk dihabiskan bersamaku. Ayah yang sibuk membuatku berpikir kalau
tempatku bukanlah di rumah. Belum lagi pemandangan kasarnya ayah pada ibu yang kulihat setiap hari.
Kecanduanku direstui oleh ayahku sendiri
“Jangan pakai ‘barang’nya di mobil ya, nak,”
ungkap ayahku seraya memberikan segenggam narkoba ke tanganku. Ayahku sendiri
yang membelikanku barang haram tersebut. Aku adalah pecandu akut. Kelas berat. Segala macam jenis narkoba sudah kucicipi.
Aku menggeleng pada ayah, memasukkan narkoba
tersebut lewat jarum suntik. Tidak lupa memasang seatbelt sebelumnya dan
berpesan kalau apa yang kulakukan ini, adalah tanggung jawabku sepenuhnya,
bukan dirinya. Dalam kondisiku yang sedang berada dalam pengaruh narkoba itu pula, aku bisa melihat ayah menangisiku.
Kepergian ayah membuat aku semakin membabi buta
Karena restunya padaku itu, tanpa pikir
panjang, aku langsung mengajukan diri untuk menjaga ayah saat mendapati dirinya
sakit. Ketika sedang membesuk ayah, beberapa sanak saudara ada yang memberikan sejumlah uang untuk membantu biaya pengobatan.
Gerakan ayah kini sudah sangat minim, ia juga
tidak bisa bicara dengan jelas. Aku pikir, ia juga merestui kalau uang yang
diberikan oleh saudara-saudara untuk biaya pengobatan itu bisa dipakai untuk
membelikan narkoba buatku. Saat itu, aku hanya memikirkan kesenanganku sendiri.
Hal ini tidak berlangsung lama. Sebab beberapa waktu kemudian, aku dikabari kalau ayah sudah tiada. Dalam tangisku, terbesit kenangan bersamanya yang buruk, dimana ia bersikap kasar dan tidak peduli terhadapku. Tapi, bagaimana pun juga, kehilangan ayah membuatku hilang arah. Tidak ada lagi orang yang mau memberikan uangnya untuk kubelikan narkoba.
Baca juga: Hamil Di Luar Nikah Dan Lakukan Aborsi, Tuhan Berikanku Pasangan Yang Sejati
Narkoba membawaku berada dalam jeruji besi
Keterikatanku dengan narkoba membuatku bisa
mengesampingkan rasa dukaku. Dalam sebuah perjalanan, supir taxi yang
kutumpangi menyerahkanku ke penjara. Aku divonis selama dua tahun delapan bulan.
Bukannya semakin membaik, aku justru makin
parah. Dibalik jeruji besi, aku terus menerus menggunakan narkoba hingga uangku
ludes. Aku pun memberanikan diri untuk berhutang pada pengedar. Namanya juga
bandar, kalau tidak bisa bayar ya nyawa yang akan menjadi taruhannya. Karena sering
babak belur, aku dipindahkan ke dalam sel.
Bukannya semakin membaik, keadaanku justru
semakin parah. Aku ingin mengakhiri hidupku. Aku mencoba berbagai cara. Mulai
dari menyuntikkan cairan pemutih dalam tubuh, sampai mengiris urat nadi. Tidak ada satupun yang berhasil membuat nyawaku melayang.
Pertemuan dengan orang yang tepat jadi awal buat pertobatanku
Setelah beberapa lama usai pemulihan upaya dari
tersebut, aku dipertemukan dengan seseorang yang mengajakku untuk beribadah.
Saat itu, aku masih ingat kalau aku baru saja selesai masa isolasi, dimana seluruh kulitku bisul dan gatal-gatal.
"Sekalipun ayah dan ibuku meninggalkanku,
namun Tuhan menyambut aku. Bukalah hatimu dan terimalah Yesus sebagai
juruselamat dan Tuhan dalam hidup kita." Kutipan itu adalah khotbah yang tidak akan pernah aku lupakan. Sejak saat itu, timbul kelegaan dalam diriku.
Setelah Yesus menjamah dan masuk ke dalam hatiku, Dia memperlihatkan segala hal yang salah yang telah aku perbuat. Aku selalu beranggapan kalau aku yang sekarang ini adalah akibat dari orang tuaku yang tidak pernah sedikitpun memberi perhatian.Tuhan mengubahkan hatiku untuk berbalik kepadaNya.
Setiap hal yang hilang, Tuhan Yesus kembalikan. Bahkan, saat dahulu aku tidak pernah berpikir untuk menikah, Tuhan justru memberikanku sebuah keluarga kecil, dengan istri dan anak-anakku. Kini, aku hidup dengan mengandalkan Tuhan dan percaya bahwa kasihNya tidak berkesudahan untukku.
Sumber : solusi