Penyanyi rohani Austin French
punya kerinduan untuk bisa menjangkau orang-orang yang perlu dipulihkan lewat
setiap lagunya. Pria yang lahir 24 tahun lalu ini punya perjalanan iman yang luar biasa.
Sebagai seorang anak pendeta,
yang selalu dipaksa untuk bisa terlihat baik di depan banyak orang, dirinya
pernah mempertanyakan kebenaran. Menjadi seorang anak pendeta tidak lantas
menjadikannya menerima Kristus begitu saja.
Tolak Kristus karena ‘topeng’ keluarga
"Saat berusia 8 tahun, saya
masih ingat ketika menulis sebuah jurnal demikian, 'Saya tidak akan pernah mau
menjadi seorang Kristen,'" ungkapnya dalam sebuah perbincangan di Podcast
bersama The Billy Hallowell. "Saya benci gereja, saya benci orang Kristen, saya tidak ingin menjadi salah satu diantara mereka," lanjutnya.
Austin mengaku kalau sebagai
keluarga yang terlibat dalam pelayanan, keluarganya harus terlihat sempurna di
depan orang banyak, sementara sebenarnya keluarganya hancur berantakan di dalamnya.
"Saya masih ingat saat orang
banyak datang dan berkata, 'Keluargamu adalah keluarga yang paling rohani yang
pernah kami temui,'" jelasnya seraya mengingat masa-masa sebelum pemulihannya tersebut.
"Di dalam rumah, rasanya
seperti terjadi perang dunia III. Di rumah, topeng-topeng terbuka dan terjadi
tindak kekerasan. Rumah kami sangatlah menakutkan, tidak ada unsur kasih di
dalamnya. Saya ingat saat pergi dan menuliskan dalam jurnal kalau menjadi
seorang Kristen kenyataannya seperti ini, saya tidak akan pernah mau menjadi seorang Kristen," kenangnya.
Austin sangat bergumul tentang bagaimana
dirinya harus menjadi dua orang yang berbeda: saat di rumah dan di gereja.
Kemudian, orang tuanya bercerah dan gerejanya tidak diakui oleh keluarga.
Situasi yang mengerikan ini membuatnya semakin merasa terasing dan kecewa dengan kekristenan.
Mengenal siapa Kristus yang sebenarnya
Namun, kalau dirinya melihat
kembali ke belakang, Austin nggak pernah benar-benar mengenal siapa itu Yesus.
Yang ia percaya, berdasarkan dengan pengalamannya, bahwa Yesus adalah pribadi
yang menyakiti orang lain, suka bicara jelek tentang orang lain dan Yesus adalah pribadi yang menyakiti hatinya.
Semua pemikiran tersebut kemudian hilang karena satu kebenaran: Yesus adalah pribadi yang mengasihi.
Kebenaran tersebut didapat oleh
Austin saat ibunya mendapatkan pekerjaan di sebuah gereja kecil dan mengirimkannya
ke sebuah perkemahan musik. Saat itulah, Austin mendengarkan seorang pria yang
menceritakan kebaikan Kristus, dan hal ini mengubahkan Austin secara luar biasa.
"Pria tersebut berdiri di
atas panggung dan berkata, 'Hei, saya ingin mengatakan tentang kemunafikan.
Saya akan memberi tahu kalian kalau ada banyak orang yang mengikut Yesus dengan
bibir mereka dan mereka berbicara tentang bagaimana Yesus berbuat baik dalam
dirinya, tetapi tidak pernah benar-benar mengikuti Kristus dalam hidupnya,'" cerita Austin.
"Itu bukanlah kekristenan.
Menjadi orang Kristen berarti kita harus bisa menyerahkan seluruh hidup kita
kepada Yesus. Kita menjadi seperti Yesus sebab kita menghabiskan banyak waktu bersamaNya."
Dalam khotbah tersebut, Austin
mendapati kalau orang dengan hati yang terluka cenderung menyakiti hati orang
lain, tetapi Kristus justru mati untuk menyembuhkan orang-orang yang tersakiti
tersebut. Austin menyadari kalau dirinya telah salah memandang siapa Yesus, dan ia memutuskan untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya.
"Hari itu adalah hari dimana
saya memberikan seluruh hidupku pada Yesus dan menyadari kalau saya telah
diselamatkan oleh luka-luka yang dialami oleh Yesus," ungkapnya.
Lewat albumnya yang berjudul Wide
Open, Austin ingin melahirkan karya musik untuk orang-orang yang terluka. Sekarang,
Austin bisa merasakan kalau Tuhan memakai hidupnya untuk menginspirasi banyak
orang tentang iman yang lebih dalam lagi.