Banyak orang berkata kalau uang
adalah segalanya. Kita bisa mendapatkan kebahagiaan dari uang, pun bisa
kehilangan segalanya dari uang. Katakan saja keluargaku sebagai keluarga yang sempurna. Uang yang kami miliki banyak.
Mobil, rumah, semuanya sudah
tersedia. Suamiku bekerja dalam bidang investasi. Katakan saja kalau uang yang
kami dapatkan ini hasil dari penipuan sana-sini. Awalnya, semua kami lakukan
untuk memenuhi seluruh kebutuhkan kami. Kalau saja suamiku bekerja sebagai
seorang sales keramik - pekerjaan lamanya, maka kehidupan kami pasti kekurangan.
Kebutuhan kami tercukupkan, tapi kami kehilangan sosok ayah dan suami
Hidup dengan serba berkecukupan
tidak berarti keluarga kami baik-baik saja. Justru sebaliknya. Karena uang, aku
dan suami seringkali bertengkar, terlebih ketika aku mendapati suamiku yang
sering tidak pulang berhari-hari. Sebagai istri, tentu saja aku kesal dan
marah. Aku berusaha menjelaskan bahwa anak-anak juga membutuhkan sosok seorang ayah, tidak hanya uang untuk mencukupi kehidupan mereka.
Bukannya disambut dengan baik, suamiku justru menjambak dan menarik wajahku ke lantai. Tentu saja hal ini membuatku terluka, apalagi kejadian ini dilihat oleh anakku yang pertama. Hati anak mana yang tidak terpukul ketika melihat ibunya diperlakukan seperti itu. Kebencian pun timbul dalam diri anak saya pada ayahnya.
Baca juga: Hati Anakku Hancur, Kain Kasa Terpaksa Disematkan Dalam Perutnya!
Kepergiannya dari kehidupan keluarga kami
Hari Sabtu selalu menjadi hari
dimana aku dan anak-anak berkunjung ke rumah orang tuaku. Namun tidak pada sabtu ini. Aku
terperanjat ketika melihat seisi rumah berantakan. Seluruh barang yang dimiliki
oleh suamiku tidak lagi ada pada tempatnya. Ia kabur dari rumah, bahkan seluruh surat-surat seperti KK, akta lahir dan lainnya ia bawa pergi.
Sebagai istri, hatiku sangat hancur. Tanpa
pikir panjang, aku langsung meraih telepon genggam dan bertanya mengapa ia
setega itu meninggalkanku dan anak-anak. Aku tidak bisa berkata apapun. Mulutku ia bungkam dengan omelan dan amarahnya.
Hampir setiap malam pikiran negatif selalu
muncul. 'Dimanakah suamiku?' 'Apa yang sedang dilakukannya?' 'Dimanakah ia
tinggal?' Satu hal yang paling menggangu, 'Dengan siapa ia tidur pada malam ini?'
Perkenalanku dengan Tuhan
Suamiku meninggalkan rumah pada tahun 2011,
setahun Kehilangan sosok suami mengantarkanku pada pembimbing rohaniku, Ibu
Elie. Menurutnya, kejadian yang sedang aku hadapi ini adalah sebuah paket
lengkap mengingat aku adalah seorang istri yang ditinggalkan suami yang sering mabuk, narkoba, bahkan bekerja secara illegal.
Dari sini, aku belajar mengenai kasih Tuhan.
Setiap harinya aku selalu menyelipkan nama suamiku dalam setiap doa. Hari demi
hari aku selalu menceritakan kerinduanku akan kehadiran suamiku. Satu hal yang
aku dapatkan selama bimbingan suami adalah bagaimana sebagai seorang istri, aku harus menghormati suamiku.
Mengampuni bukan perkara siapa salah siapa, tapi adalah sikap rendah hati yang berarti mengasihi
Suatu hari aku mendengar ada seseorang yang
mengetuk pintu rumah. Setelah aku membukakan pintu, aku terkejut karena orang
tersebut adalah suamiku. Hati kecilku berkata, ‘kalau memang kamu sudah mengampuni suamimu, inilah saatnya kamu membuktikannya kepada Tuhan.’
Suara Tuhan juga mendorong aku untuk meminta
maaf dan membasuh kakinya dengan air. Hatiku saat itu bertanya-tanya, mengapa
harus aku yang melakukan semua ini, sementara suamiku adalah orang yang pergi
meninggalkan kami sekeluarga. Tapi aku tetap taat kepada Tuhan. Aku ambil sebuah baskom besar, aku mengangkat kaki suamiku dan membasuhnya.
Tentu saja suamiku kaget dan melontarkan
pertanyaan, ‘kamu mau ngapain?’ Bibirku gemetar, aku mohon ampun kepadanya
karena belum bisa menjadi sosok istri yang baik. Aku berjanji kepadanya kalau akan menjadi istri yang jauh lebih baik kedepannya.
Ketaatan tersebut membuat hati suamiku cair. Ia
diingatkan oleh Tuhan terhadap setiap tindakannya yang salah. Hubungan kami kemudian
semakin membaik. Tidak lama setelahnya aku mengajaknya untuk mengikuti sebuah kelas pemulihan selama tiga hari.
Dari sini, kehidupan pernikahan kami
dipulihkan. Suamiku menjadi pribadi yang mengenal kasih Tuhan. Sikapnya yang
pemarah dan tempramen tidak lagi ada dalam dirinya. Aku bisa merasakan kalau
kasih Tuhan ada di dalamnya.
Aku bisa katakan kalau pekerjaan Tuhan sangat
luar biasa. Aku takjub atas karyaNya dalam kehidupan kami. Suamiku meninggalkan
kehidupan lamanya, ia mulai merintis sebuah usaha baru. Dengan kehadiran
Kristus dalam rumah tangga kami sekarang ini, kami percaya kalau tangan Tuhan
akan memelihara kami semua.