Sebagai seseorang yang baru
meniti karir, menyisihkan sedikit uang saja rasanya sudah jadi perkara sulit, apalagi
mau mulai untuk berinvestasi. Sayangnya, ketika kita memutuskan untuk
menyisihkan uang dan menyimpannya di tabungan, ada kemungkinan kalau uang yang
kita simpan tersebut tergerus oleh nilai inflasi yang jumlahnya menginjak angka 4% setiap tahunnya.
Kalau kita berpegang pada bunga
yang ada di bank, bisa dipastikan kalau besarnya bunga bank lebih kecil
daripada inflasi. Niatnya mau menabung, eh uang kita malah berkurang karena
faktor ini. Kemudian, kemana sih uang kita seharusnya pergi? Apakah investasi
merupakan satu-satunya cara agar uang kita aman? Bukannya investasi itu
beresiko? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini sekarang ini sedang berputar di kepala kita.
Merry Riana, salah satu pengusaha
dan motovator ternama di Indonesia pernah mengatakan kalau sebelum dirinya
mulai menjajaki dunia investasi, ia memilih untuk menyiapkan dana darurat. Dana
darurat yang kita punya ini merupakan tanda kalau kita punya keuangan yang sehat.
1. Ketahui fungsi dana darurat
Kehidupan selalu punya
kejutan-kejutan yang tidak bisa kita tebak. Tidak ada yang bisa tahu kedepannya
kita akan menjadi siapa dan akan berada dimana. untuk alasan ini juga, kita
perlu menyiapkan dana darurat. Sesuai dengan namanya, uang ini akan berfungsi
ketika kita berada dalam kondisi darurat. Misalnya, ketika kehilangan
pekerjaan, mendadak perlu uang untuk membetulkan rumah yang bocor, atau sakit yang tidak tercover oleh asuransi.
Selagi kita punya pendapatan
tetap, ada baiknya ikut asuransi setidaknya agar bisa bernafas lega jika
terjadi sesuatu yang berada diluar rencana kita. Untuk mendabung dana darurat,
idealnya kita harus punya sekitar 3 sampai 6 kali jumlah pengeluaran kita dalam sebulan.
2. Berdasarkan profil resiko yang dimiliki
Kita mengenal tiga profil resiko,
yaitu konservatif, moderat dan agresif. Setiap profil resiko akan menentukan
pilihan yang diambil. Biasanya, orang-orang yang memiliki profil resiko
konservatif akan menyiapkan dana darurat sebelum akhirnya memutuskan untuk ikut investasi.
Jika kita masuk pada profil moderat, maka kita bisa mengumpulkan dana darurat sambil berinvestasi dengan porsi 50:50. Bagi mereka yang memiliki profil resiko agresif biasanya lebih memilih untuk tidak menabung dana darurat dan mengalihkan semua uangnya untuk berinvestasi.
Baca juga: Jadi Primadona Investasi Di Tahun 2017, Yuk Kenalan Lagi Dengan Investasi Reksadana
3. Periksa tujuan keuangan
Tentu saja setiap pribadi memiliki tujuan
keuangan yang berbeda-beda. Setiap tujuan tersebut akan disikapi dengan cara
yang berbeda pula. Kalau tujuan keuangan kita masuk pada kategori jangka
pendek, ada baiknya untuk memilih dana darurat. Sebaliknya, investasi sangat cocok untuk tujuan keuangan jangka panjang.
Investasi yang dilakukan dalam jangka panjang
biasa akan meminimalisir resiko kerugian. Ada baiknya jika kita juga menyiapkan
sedikit dana darurat, sehingga uang ini akan siap siaga jika sewaktu-waktu kita berada pada kondisi yang diperlukan.
4. Sesuaikan dengan kebiasaan
Sebelum memutuskan untuk menyimpan uang pada
kategori dana darurat atau investasi, ada baiknya kita mengenali kebiasaan kita
dalam mengatur keuangan. Jika saat ini kita masih belum bisa mengatur dengan
baik, ada baiknya kita mulai dengan memisahkan pos-pos keuangan sesuai dengan
kebutuhannya. Setelahnya, barulah kita bisa menambahkan satu pos untuk dana darurat maupun investasi.
5. Lunasi hutang
Sebelum bisa menabung, kita harus melepaskan diri dari kebiasaan berhutang, terutama jika hutang tersebut digunakan untuk pengeluaran yang konsumtif. Ada baiknya jika kita melunasi hutang tersebut, kemudian barulah kita bisa berinvestasi dengan jumlah yang lebih besar.
Jadi, pilihan semuanya ada ditangan kita. Ada baiknya sih, sebelum berinvestasi, kita juga tetap punya cadangan uang yang mudah cair seperti dana darurat yang bisa dipakai sewaktu-waktu kita butuh. Jika sudah terpenuhi, baru deh kita bisa dengan lega mengambil keputusan untuk berinvestasi.
Sumber : rula/jawaban