Media pemberitaan Manado, mengabarkan
bahwa beberapa wilayah di Sulawesi Utara (Sulut) diserbu dengan perceraian massal.
Sebagaimana disampaikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sitaro, melalui Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil (Disdukcapil), para pasangan yang hendak bercerai merupakan
pasangan suami istri yang sudah lama berpisah dan tidak pernah lagi mengetahui keberadaan masing-masing.
Disdukcapil
menyampaikan kasus perceraian inipun mulai menyeruak setelah pihaknya berencana
mengelar nikah massal di sejumlah wilayah sebagai solusi untuk membasmi penyakit kumpul kebo warga setempat.
Karena
itulah, Disdukcapil menetapkan syarat utama bagi pasangan yang mau ikut dalam program kawin massal harus terlebih dahulu bercerai dengan pasangan sebelumnya.
“Jadi benar
ini awalnya merupakan program kawin massal. Namun, peserta yang akan mengikuti kawin
massal ini, masih tercatat secara hukum sebagai pasangan lain. Untuk itu, kami
meminta harus dilampirkan surat cerai. Sebab tidak mungkin kami menikahkan pasangan-pasangan
ini tanpa ada surat resmi,” ucap George Bawole, Kadis Dukcapil Kepulauan Sitaro, Sulut.
Dengan cara
ini, pemerintah yakin bisa mencegah kasus kumpul kebo yang begitu marak terjadi di sberbagai wilayah di Sulut.
Pandangan Alkitab Soal Pernikahan
Dalam sejumlah
artikel yang sudah ditulis oleh Jawaban.com mengenai pernikahan dan perceraian,
kita tahu pasti bahwa kebenarannya adalah Tuhan membenci perceraian dan tidak membenarkan pernikahan kembali bagi pasangan bercerai.
Hal ini
sangat jelas disampaikan dalam beberapa kutipan ayat Alkitab sebagaimana ditulis dalam:
Ulangan 24: 1-4
“Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan
menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab
didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan
menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari
rumahnya, dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu
menjadi isteri orang lain, dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta
lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan
itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian
mengambil dia menjadi isterinya itu mati, maka suaminya yang pertama, yang
telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari…..”
Matius 19: 4-6, 8
“Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang
menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan
firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka
bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah,
tidak boleh diceraikan manusia."....Tetapi Aku berkata kepadamu:
Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."”
Maleakhi 2: 16
“Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah
Israel--juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!”
Sementara itu,
Rasul Paulus memberikan penegasan kepada ajaran Yesus soal perceraian dalam 1
Korintus 7: 15. Di ayat ini Paulus mengatakan bahwa seorang istri beriman yang menikah
dengan suami yang tidak percaya bisa saja mengambil langkah bercerai apabila suaminya
ternyata memperlakukan sang istri dengan sesuka hati, dicelehkan atau mendapatkan
kekerasan fisik. Demi keselamatannya, sang istri memiliki hak untuk
meninggalkan suaminya itu. Dan kecuali karena alasan ini, Tuhan sama sekali tidak
membenarkan adanya perceraian termasuk dengan alasan ketidakcocokan, kurangnya cinta
atau bahkan perbedaan karir. Perceraian yang dilatarbelakangi karena ingin menikah lagi dengan orang lain bahkan tidak dibenarkan bagi orang beriman.
Karena itulah
Tuhan tidak main-main terhadap sebuah pernikahan. Dia merancangkan pernikahan sesuai
dengan ketetapan bahwa hendaknya orang-orang beriman menikah dengan sesama yang
beriman. Karena tak mungkin bagi terang untuk bersatu dengan gelap (2 Korintus 6: 14).
Ketetapan inilah
yang harusnya disampaikan dengan pemahaman yang benar kepada orang-orang muda,
termasuk kita, bahwa pernikahan itu adalah untuk sekali seumur hidup. Pernikahan
ini harus tetap dipertahankan, bukan dengan sesuka hati bisa dipisahkan kapanpun
mereka mau.
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia."” (Matius 19: 6)