Bulan Februari 2017 lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald
Trump menyampaikan rencana pembatalan Amandemen Johnson 1954 yang melarang organisasi
bebas pajak seperti rumah ibadah, lembaga amal dan lembaga pendidikan terlibat dalam
kampanye politik, baik mendukung maupun menentang calon politik. Pernyataan itu
telah direalisasikan saat pembukaan Hari Doa Nasional di Gedung Putih pada Kamis, 4 Mei 2017 kemarin.
Seperti disampaikan Trump, pembatalan amandemen ini
bertujuan untuk melindungi dan mempromosikan kebebasan beragama. “Hari ini pemerintahan
saya memimpin dengan contoh saat kita mengambil langkah bersejarah untuk melindungi
kebebasan beragama di Amerika Serikat. Kita tidak akan membiarkan orang-orang beriman menjadi target, diintimidasi atau dibungkam lagi,” ucap Trump dalam pidatonya.
Meskipun menghapus sepenuhnya peraturan tersebut akan
menimbulkan respons dari Kongres, namun Trump dapat mengarahkan biro pajak atau IRS agar tidak memberlakukan larangan tersebut.
Selain itu, Trump juga menepati janji kampanyenya untuk
menghapuskan Undang-Undang Kesehatan AS atau yang disebut ‘Obamacare’. Penghapusan
ini bahkan memberikan kelegaan bagi mereka yang merasa keberatan dengan layanan Obamacare atas dasar agama.
“Di bawah pemerintahan saya, kebebasan berbicara tidak berakhir
di tangga katedral atau sinagoga atau rumah ibadah lainnya. Kami memberikan kebebasan
bersuara kembali kepada gereja, mengembalikan mereka ke dalam posisi tertinggi
mereka,” ucapnya.
Meski begitu, beberapa pemimpin agama tetap menolak upaya
tersebut. Mereka menilai bahwa pelarangan aturan itu hanya akan menimbulkan efek
mengerikan dari kebebasan berbicara. Beberapa pakar menyebutkan kalau melonggarkan
aturan itu hanya akan mengubah peran rumah ibadah sebagai tempat transaksi uang
gelap tanpa pengungkap pendonornya.