Tak seorangpun yang
ingin mengalami kehilangan. Sayangnya, setiap manusia pasti akan mengalami kehilangan
dalam hidupnya; harta, kesuksesa, orang yang kita kasihi, atau segala hal yang kita
banggakan bisa hilang dalam sekejap. Saat mengalaminya, wajar jika kita marah dan
sedih. Atau bahkan mempertanyakan kehilangan itu kepada Tuhan karena kita berpikir Dia mengontrol segala sesuatunya.
Ayub adalah
salah satu tokoh di dalam Alkitab yang mengalami kehilangan yang besar. Ayub diakui
Tuhan sebagai orang yang saleh, jujur dan takut akan Dia (Ayub 1: 1). Karakter itu
bahkan teruji ketika dia mengalami kehilangan. Tak sedikit pun kata-kata protes
yang keluar dari mulutnya kepada Tuhan. Sebaliknya, Ayub tetap bersyukur dan
menyembah Tuhan dalam kehilangan yang dialaminya/ Mengapa demikian? Ayub mengakui
kedaulatan Tuhan. Hidupnya sadalah milik Tuhan dan Dia berhak melakukan apapun atas
hidupnya. Dalam penderitaan yang dia jalani, ia masih tetap percaya bahwa saat kehilangan, ia menemukan tujuan hidup bersama Tuhan.
Mengapa Ayub masih
bisa menyembah Tuhan bahkan saat dalam masa krisis hidupnya? Berikut 3 hal yang menjadi kunci Ayub tetap bisa menyembah meskipun dalam kehilangan:
1. Ayub mengerti bahwa semua yang dimilikinya adalah milik Tuhan
Semuanya adalah
milik Tuhan. Semua yang dimiliki manusia adalah titipan Tuhan namun, sumber
masalah terletak ketika menjaga hati untuk melepas “titipan” tersebut. Kita
harus menyadari bahwa kita adalah pengelola, bukan pemilik dari semua yang Tuhan berikan.
Konsep pikiran
yang menjadikan hati manusia berubah dari ‘pengelola’ menjadi ‘pemilik’ adalah
merasa bahwa segala hal merupakan usaha atau jernih payah diri sendiri. Padahal segala sesuatu adalah anugrah Tuhan (baca Ulangan 8).
2. Tempat kita bukan di dunia ini
Ayub sadar dan
memiliki standar bahwa dia “datang” dengan telanjang dan “pergi” dengan telanjang. Ayub tahu bahwa tujuan dia adalah kekekalan.
3. Hati Ayub tetap terpaut kepada Tuhan
Ketika Ayub
kehilangan sesuatu, hatinya bukan berpaut pada apa yang dimiliki, melainkan
berpaut kepada Tuhan. Oleh karena itu ia masih dapat menyembah Tuhan ditengah kehilangannya.
Ayub kehilangan karena perdebatan antara iblis dan Tuhan. Tapi melalui Ayub, Tuhan menyatakan juga bahwa teologia kemakmuran itu tidak benar. Marilah kita belajar akan konsep teologia yang benar. Seperti hati Abraham, Yohanes dan Paulus, yang tidak tertambat pada masalah tentang anak dan kesehatan mereka. Hati mereka hanya tertambat kepada Tuhan saja.
Apakah artikel ini memberkati Anda? Jangan simpan untuk diri Anda sendiri. Ada banyak orang di luar sana yang belum mengenal Kasih yang Sejati. Mari berbagi dengan orang lain, agar lebih banyak orang yang akan diberkati oleh artikel-artikel di Jawaban.com seperti Anda. Caranya? Klik di sini.