Tatkala Eli menjabat sebagai imam di Israel, orang-orang
Israel sedang dalam situasi yang genting karena mereka mendapat serangan dari
bangsa Filistin, dan dalam pertempuran tersebut mereka seringkali harus menelan
pil kekalahan. Menyadari hal itu tua-tua Israel pun mengusulkan supaya mereka
membawa tabut perjanjian Tuhan dari Silo ke tengah-tengah perkemahan mereka
dengan harapan bahwa dengan mengandalkan tabut perjanjian tersebut bangsa Israel dapat mengalahkan musuh.
Tetapi faktanya? Bangsa Israel justru mengalami kekalahan
yang jauh lebih besar, "...dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang
pasukan berjalan kaki." (ayat 10). Bangsa Israel bukan hanya gagal
memperoleh kemenangan dengan adanya tabut perjanjian tersebut, bahkan tabut
perjanjian itu juga dirampas oleh musuh, ibarat peribahasa 'sudah jatuh tertimpa tangga pula.'
Mengapa hal itu terjadi? Bukankah tabut perjanjian adalah
lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya? Bangsa Israel mengira bahwa
tabut perjanjian itu akan menjadi jaminan bahwa Tuhan berkenan menyatakan
kebesaran dan kuasa-Nya tanpa syarat. Apakah dengan kekalahan ini berarti Tuhan
yang mereka sembah adalah Tuhan yang gagal dan tidak punya kuasa? Sekali-kali
tidak! Kegagalan bangsa Israel sama sekali bukanlah kegagalan tabut perjanjian
atau kegagalan Tuhan. Kegagalan terjadi karena mereka telah menyalahgunakan
tabut perjanjian Tuhan. Mereka hanya memanfaatkan dan memperalat tabut perjanjian Tuhan di kala perlu saja.
Bangsa Israel menderita kekalahan karena mereka tidak
hidup dalam ketaatan dan cenderung menyepelekan Tuhan. Menurut peraturan, sebelum
mengangkut tabut perjanjian Tuhan para imam harus terlebih dahulu mempersembahkan
korban bakaran. Setelah berdoa mereka baru mengangkut tabut perjanjian itu
dengan hati-hati dan penuh hormat. Namun
dalam peristiwa itu tabut perjanjian tersebut malah diangkut oleh dua anak imam
Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Tentang kehidupan anak-anak imam Eli ini Alkitab
dengan jelas mencatat: "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN," (1 Samuel 2:12).
Selaku imam, kelakuan Hofni dan Pinehas benar-benar
kelewatan, bahkan Alkitab menyebut keduanya sebagai orang-orang dursila,
berkelakuan jahat. Mereka telah menyalahgunakan jabatannya sebagai imam hanya
untuk memuaskan hawa nafsu dan keinginan daging mereka. Sementara Eli (ayahnya),
selaku imam besar, tetap saja bersikap lunak dan tidak mendisiplinkan
anak-anaknya dengan keras, padahal ia melihat dengan mata kepala sendiri perbuatan anak-anaknya. Selaku imam besar seharusnya ia berwenang memecat mereka dari jabatan sebagai imam.
Kisah hari ini menunjukkan bahwa umat Israel sudah tidak
lagi menghormati Tuhan dan menganggap remeh kekudusan-Nya. Padahal firman-Nya
berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama
seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah
kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus
1:15-16). Tetapi begitu menghadapi situasi genting dan terdesak mereka baru
teringat kepada tabut perjanjian Tuhan; mereka mencari Tuhan dan memanfaatkan
Dia hanya sebagai pemenuh kebutuhan belaka. Dengan membawa tabut perjanjian ke
tengah-tengah perkemahan mereka berharap Tuhan segera turun tangan dan menolong
mereka. Namun yang terjadi justru sebaliknya! Murka Tuhan datang! Akibatnya mereka mengalami kekalahan yang memalukan dan dipecundangi oleh bangsa Filistin.
Di zaman sekarang ini banyak orang Kristen berlaku seperti bangsa Israel.
Mereka berani memanfaatkan Tuhan. Ketika
mengalami masalah berat mereka tampak giat beribadah dan berdoa, tapi begitu
masalahnya beres secepat kilat pula mereka meninggalkan Tuhan, kemudian kembali
hidup dalam ketidaktaatan. Ada pula yang berani 'menyogok' Tuhan dengan
berbagai macam persembahan dengan harapan Tuhan memuluskan proyek
bisnisnya. Ibadah dan pelayanan yang
disertai motivasi tidak benar adalah jahat di mata Tuhan. Tuhan menghendaki
kita beribadah dan melayani Dia dengan hati yang tulus karena mengasihi-Nya,
bukan karena maksud-maksud terselubung; inilah yang akan mendatangkan berkat.
Tuhan tidak bisa dimanfaatkan, apalagi dipermainkan! Asal kita setia dan taat kepada-Nya Ia akan hadir dengan segala otoritas-Nya!