Kisah Pembaca: Aku dan Kondektur
Sumber: www.bismania.com

Kata Alkitab / 4 October 2015

Kalangan Sendiri

Kisah Pembaca: Aku dan Kondektur

Puji Astuti Official Writer
9432

Hariku melelahkan… Deadline kerjaan yang tak ada habis-habisnya, komplain klien yang bertubi-tubi, negosiasi yang alot dan tak kenal ampun menguras otak, sampai hal-hal sepele yang dilakukan temanku dan membuatku sensitif, menjadikan hariku luar biasa jenuh dan kesal hari ini. Padahal kalo dipikir-pikir, berapa sih gajiku sampai beberapa hari belakangan ini aku rela pulang di atas jam 9 malam terus? Rasanya lelah sekali… Semakin dipikirkan, semakin stress rasanya!

Huh…syukurlah hari ini telah berlalu. Dengan maksud nikmat dan hemat, hari itu aku naik bis PPD regular ke rumahku. Aku duduk persis di kursi berjajar panjang pada posisi paling belakang. Aku menghela nafas… Memikirkan semua hal yang terjadi di kantor hari ini. Sambil musik tetap mengalun dari radio handphoneku, aku mencoba untuk melupakan kekesalanku sepanjang hari ini. 

Memasuki tol Kebun Jeruk menuju ke Tangerang, aku merenung tidak menentu… Memikirkan ini, memikirkan itu… Nggak jelas… Jalanan sepi dan lancar. Maklum, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Sampai akhirnya mataku menangkap kegalauan hati seseorang di keremangan lampu bus. Kenek bus yang kutumpangi. 

Di semburat wajah tuanya, kusam bajunya, dan dinginnya udara dari pintu belakang bus yang sudah tidak dapat lagi tertutup rapat, ia terduduk di tangga bus sambil tangannya memegang pintu bus. Lama ia mencoba menembus buramnya kaca bus untuk dapat melihat keluar, sampai ketika bus sudah melewati perbatasan Jakarta – Banten, ia pun tertidur. Dari tidurnya, aku dapat mengetahui bahwa ia tidak tenang, karena sepanjang dia tidur aku tidak melepaskan mataku daripadanya. Terkadang ia terbangun kaget, kemudian dengan mata sayu, ia kembali tidur lagi. Begitu seterusnya sampai kami keluar pintu tol Karawaci, Tangerang.

Begitu penumpang banyak turun di daerah Islamic / Lippo Karawaci, ia pun duduk di sampingku. Dari aroma tubuhnya, aku tahu dia bekerja keras hari itu, melewati panas dan hujan. “Di Blok-M panas, di Tangerang hujan”, begitu ujarnya. Dari logatnya, aku hafal benar kalau dia orang Batak. Tidak sedikitpun ada rasa enggan di diriku untuk ngobrol dengannya, yang ada malah aku ingin sekali dia bercerita tentang semburat wajahnya yang menyembunyikan masalah. 

Ternyata keluhnya hanya satu : “Capek kali hari ini, tapi lebihan untuk kami masih sedikit… Kayaknya kami belum bisa pulang, mungkin masih dapat 1 rit lagi ke Blok-M untuk nambah-nambah hidup. Bensin pun belum diisi… Pusing!”

Sesaat aku terdiam. Jam kerjanya pasti di atas jam kerjaku. “Keluar pool jam 5.30 sampe pool nanti bisa jam 23.30!”, tukasnya. Delapan belas jam dia kerja, dan yang dicarinya lebihan uang dari jumlah uang yang harus ia setor tiap harinya. “Emang biasa lebihannya dapat berapa Bang?”, tanyaku. “Paling nggak dapatlah aku 50,000.00 ya…tapi kalo malam minggu sih bisa lebih…segitu aja udah ngepas, kan bagi dua sama supir”. Dia cerita kalo supir pasti dapat lebih banyak dari kenek, karenanya kalo sehari hanya dapat lebihan 100ribu, kebayang khan kalo pembagiannya 60-40, dapet berapa kerja 18 jam…?? Dia sih cerita kalo dia digaji juga sama PPD, tapi berapa sih gaji mereka dibanding kebutuhan hidup sekarang? Trus dia juga tanya aku apakah aku tahu soal demonstrasi yang dilakukan supir dan kenek bus PPD beberapa waktu yang lalu, karena gaji mereka yang tertahan. Aku biarkan dia menjelaskannya... aku dengarkan keluh kesahnya...

Huh…begitu turun dari bus dan berjalan mencari angkot ke rumah, aku berpikir dan merenungkan obrolan singkat kami tadi. Obrolan singkat itu menyadarkanku, betapa aku lupa bersyukur atas hari ini… Lupa bersyukur untuk kesehatanku, pekerjaanku, untuk lemburan yang aku dapat, dan untuk jam kerja yang tidak sepanjang kenek tadi tetapi juga tidak berpenghasilan di bawah penghasilan kenek tadi. Aku tahu dan hapal benar, bahwa betapapun susahnya kurasakan hidupku, masih ada orang yang lebih susah dariku. Tapi hari ini aku tidak bersyukur…

Tuhan tahu saat kita sudah lama tidak bersyukur padaNya. Ia akan memberikan kita “reminder” yang tidak sengaja seperti ini. It is called “ACCIDENTALLY REMINDER”. We call it accidentally, but God made it PURPOSELY for us.

Penulis : Winda R. Purba


Tulisan ini adalah kontribusi dari visitor Jawaban.com, Anda juga dapat berbagi dan menjadi berkat dengan mengirimkan kisah inspiratif, kesaksian, renungan, pendapat Anda tentang isu sosial atau berita yang terjadi di lingkungan dan gereja Anda dengan mengirimkannya ke alamat email : [email protected].

Sumber : Winda R. Purba
Halaman :
1

Ikuti Kami