Juan selalu rajin menghadiri kebaktian Minggu di gerejanya, tetapi dia merasa sang pendeta selalu mengkhotbahkan hal-hal yang sama, maka dia pun tidak mau datang lagi. Dua bulan kemudian, pada suatu malam musim dingin yang menggigilkan, sang pendeta datang mengunjunginya.
“Barang kali dia kemari untuk membujukku supaya mau kembali ke gereja,” pikir Juan dalam hati. Dia merasa tidak enak untuk memberitahukan alasan yang sebenarnya, mengapa dia tidak mau datang lagi, yaitu karena khotbah-khotbah sang pendeta yang selalu diulang-ulang. Dia perlu mencari alasan lain, dan sambil berpikir-pikir, dia menaruh dua buah kursi di samping perapian, lalu mulai berbasa-basi tentang cuaca.
Sang pendeta diam saja. Juan berusaha memulai percakapan, namun tidak ditanggapi, maka akhirnya dia menyerah. Kedua orang itu duduk saja membisu selama hampir setengah jam, sambil termangu-mangu memandangi perapian.
Kemudian sang pendeta bangkit berdiri, mengambil sepotong kayu yang belum terbakar, dan menyingkirkan sebongkah arang dari api. Karena tidak mendapatkan panas yang cukup untuk tetap menyala, akhirnya arang itu mulai dingin. Jam cepat-cepat mendorongnya kembali ke tengah perapian.
“ Selamat malam,” kata sang pendeta seraya bersiap-siap pergi.
“Selamat malam, dan terima kasih sebesar-besarnya,” sahut Juan.
“Seberapa terang pun sepotong arang yang terbakar, dia akan padam dengan cepat kalau dijauhkan dari api. Seberapa pun cerdasnya seseorang, dia akan segera kehilangan kehangatannya, dan bara apinya, kalau dia menjauhkan diri dari sesamanya manusia. Sampai bertemu di gereja pada hari Minggu yang akan datang,” pungkas sang pendeta.
Kisah ini mengingatkan kita akan pesan Paulus kepada jemaat di Efesus agar umat Tuhan senantiasa tidak jemu-jemu belajar akan firman Tuhan. Sebab orang percaya tidak sekedar melawan darah dan daging, tetapi juga melawan pemerintah-pemerintah, penguasa-penguasa, penghulu-penghulu gelap dunia dan roh-roh jahat di udara (Efesus 6: 10-17). Sama seperti sebatang arang yang tidak mendapatkan sumber api dari arang lainnya yang akan mati perlahan-lahan. Jadi, jangan pernah berhenti mendengar dan belajar tentang firman Tuhan selagi kita punya kesempatan.
Sumber : Buku Seperti Sungai yang Mengalir/jawaban.com/ls