‘Harmonisasi Nada’ Dalam Pernikahan
Sumber: Indigosix Photoworks

Marriage / 7 August 2015

Kalangan Sendiri

‘Harmonisasi Nada’ Dalam Pernikahan

Theresia Karo Karo Official Writer
6338

Harmonisasi adalah upaya mencari keselarasan dari berbagai warna karakter yang membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi.

Warna hitam, misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin. Tapi jika berpadu dengan warna putih, akan memberikan corak tersendiri yang bisa menghilangkan kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika ditata secara apik, juga akan menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat.

Seperti itulah selayaknya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Dan tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan.

Nah, disitulah letak keharmonisan. Tidak akan terbentuk irama yang indah tanpa adanya harmonisasi antara nada rendah dan tinggi. Karena tinggi rendah nada yang ternyata mampu melahirkan berjuta-juta lagu indah.

Dalam rumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan saling berpadu. Kadang pihak suami yang bernada rendah, kadang istri bernada tinggi. Di sinilah suami-isteri dituntut untuk menciptakan harmonisasi dengan mengisi kekosongan-kekosongan yang ada di antara mereka.

Jangan melihat ke belakang. Jangan pernah mengungkit-ungkit alasan saat awal menikah. "Kenapa saya waktu itu mau nerima aja, ya? Kenapa nggak saya tolak?" Buang jauh-jauh lintasan pikiran ini.

Langkah itu sama sekali tidak akan menghasilkan perubahan. Justru akan menyeret ketidakharmonisan yang bermula dari masalah sepele menjadi pelik dan kusut. Jika rasa penyesalan berlarut, tidak tertutup kemungkinan ketidakharmonisan berujung pada perceraian.

Karena itu, hadapilah kenyataan yang saat ini Anda hadapi! Inilah masalah Anda. Jangan lari dari masalah dengan melongok ke belakang. Atau, bahkan membayangkan sosok lain di luar pasangan Anda.

Berpikir objektif. Kadang, konflik bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat. Ini terjadi karena konflik disikapi dengan emosional. Apalagi sudah melibatkan pihak ketiga yang mengetahui masalah internal rumah tangga tidak secara utuh.

Jadi, cobalah perhatikan masalahnya dan jangan disikapi emosional, sehingga menyeret masalah lain. Bila masih bisa diselesaikan berdua, tentu akan lebih baik. Misalnya, istri menuduh suami sebagai pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi balik pun terjadi. Suami akan berteriak bahwa si istri bawel, materialistis, dan kurang pengertian. Padahal kalau mau objektif, masalah kurang penghasilan bisa disiasati bersama. Tidak tertutup kemungkinan, istri juga memiliki penghasilan.

Selain itu, untuk menumbuhkan rasa optimistis, lihatlah kelebihan pasangan Anda. Bukan sebaliknya, mengungkit-ungkit kekurangan yang dimiliki. Sebab imajinasi dari sebuah benda, bergantung pada bagaimana Anda meletakkan sudut pandangnya.

Mungkin secara materi dan fisik, pasangan Anda mempunyai banyak kekurangan, rasanya sulit sekali mencari kelebihannya. Tapi, di sinilah uniknya berumah-tangga. Bagaimana mungkin sebuah pasangan suami istri yang tidak saling cinta bisa punya anak lebih dari satu?

Berarti, ada satu atau dua kelebihan yang Anda sembunyikan dari pasangan Anda. Paling tidak, niat tulus dia dalam mendampingi Anda sudah merupakan kelebihan yang tiada tara. Nah, berangkat dari cara pandang yang seperti itu, dalam perjalanannya Anda berdua dapat saling melengkapi satu sama lain. Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk berubah. Selamat mencari dan menemukan ‘harmonisasi nada’ dalam pernikahan Anda.

Sumber : Jawaban.com by tk
Halaman :
1

Ikuti Kami