Ayah Dibunuh, Cita-citaku ke Belanda Batal
Sumber: http://www.jawaban.com/read/article/id/2

Family / 2 March 2015

Kalangan Sendiri

Ayah Dibunuh, Cita-citaku ke Belanda Batal

Tiurma Ida Purba Official Writer
10103

Keluarga yang Tuhan berikan kepada saya adalah keluarga terindah. Tuhan memberikan kepada saya, ayah dan ibu yang baik.  Ayah saya sangat menekuni bisnisnya dan memperjuangkannya untuk keluarga. Ayah berniat untuk mengirimkan saya untuk sekolah di Belanda. Bagi keluarga kami Belanda adalah Sorga kedua di bumi. Ayah dan ibu  ingin saya seperti om-om yang sukses di Belanda.

Namun, sebelum cita-cita itu tercapai ayah harus meninggal dengan cara tragis. Beberapa hari sebelumnya, ayah memang sudah bertengkar dengan saudaranya. Suatu kali, ketika kami sekeluarga sedang mengobrol di ruang tamu, saudara ayah datang dengan membawa pisau (golok ) di tangan. Ketika itu saudara ayah tersebut langsung menodong ayah. Namun, ayah masih mengelak dengan kedua tangannya. Dan pada saat itu tangan ayah hampir putus, karena menangkis pisau (golok ) tersebut.

Lalu saudara ayah membunuh ayah dengan sangat membabi buta. Setelah dia membunuh ayah, selanjutnya dia mencari saya. Ketika itu saya masih berumur 13 tahun dan saya hanya bisa melarikan diri saya dari pembunuh tersebut. Saya sempat melarikan diri ke dapur. Ketika dia sudah mendapati saya dan akan melemparkan pisaunya, ibu pembunuh tersebut datang dan membawanya ke kantor polisi. Ketika itu saya dan ibu langsung menghampiri ayah yang berlumuran darah. Ibu sangat terkejut melihat ayah yang memang sudah tidak bernyawa.

Sebulan kemudian setelah kami hidup tanpa ayah, akhirnya bisnis yang selama ini dibangun ayah ditutup. Karena, memang yang mengerti bisnis tersebut hanya ayah. Ibu hanyalah seorang ibu rumah tangga. Lalu opa dan oma saya yang berada di Belanda, mengirimkan utusan untuk mengurus kami pindah ke Belanda. Akhirnya kami pun untuk sementara waktu pindah ke Jakarta dan tinggal di rumah utusan opa. Namun, utusan tersebut menghabiskan uang yang opa kirimkan untuk biaya kami ke Belanda. Dan akhirnya opa pun memutuskan untuk menghentikan aliran dana. Akibatnya, kami pun diusir dari rumah utusan opa.

Mau tidak mau ibu harus banting tulang di Jakarta untuk menghidupi saya dan adik-adik yang masih kecil. Ketika itu saya berpikir sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dengan penuh keputusan yang besar, ibu akhirnya mengirimkan saya ke Ambon untuk disekolah oleh saudara. Namun, ketika saya menjalani kehidupan disana, saya harus benar-benar menguras tenaga. Karena saya harus membersihkan rumah sebelum saya ke sekolah. Bahkan mengantar jemput anak-anak sekolah minggu.

Sampai suatu kali saya mengikuti sekolah minggu dan saya diajak untuk mengajar sekolah minggu. Ketika itu saya merasa sangat bahagia dan bebas. Namun, ketika saya sedang mendengarkan radio tentang pembunuhan, dendam di hati saya bergejolak lagi. Dan keinginan untuk membalaskannya selalu muncul. Namun, ketika itu saudara saya memberikan nasihat firman Tuhan bahwa setiap manusia harus mengampuni. Ada sebuah ayat yang sangat mengubahkan hati saya. Roma 12:19 : “ Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis : Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.

Ketika itulah Tuhan memberikan kekuatan kepada saya untuk mengampuni orang yang membunuh ayah saya. Dahulu saya berpikir bahwa pembunuh tersebut telah menghancurkan masa depan saya. Saya tidak bisa ke Belanda karena ayah saya dibunuh. Namun, sekarang saya mengerti bahwa setiap rancangan saya bukan rancangan Tuhan. Melalui kejadian ini, saya telah menemukan arti sebuah kehidupan yang sebenarnya. Kini, Tuhan memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan sekolah Theoligia dan sekarang saya menjadi Gembala dalam sebuah gereja. Saya tidak pernah memikirkan bahwa saya akan menjadi seorang pendeta. Ternyata rancangan Tuhan itu sungguh luar biasa.  

Sumber : Raymond Mahulette
Halaman :
1

Ikuti Kami