Aksi demonstrasi menentang majalah Charlie Hebdo di Niger sejak Sabtu (17/1), berlangsung ricuh dan memakan korban jiwa. Para massa yang berkumpul di ibukota Niamey melakukan perusakan terhadap beberapa pusat kebudayaan Perancis dan pembakaran terhadap 8 gereja. Sementara itu 10 warga sipil tewas dalam bentrokan antara polisi dan demonstran.
"Saya tergesa-gesa dan mengatakan kepada rekan saya di Gereja untuk membawa keluarga mereka ke sebuah tempat. Saya membawa keluarga saya keluar dari tempat itu. Ketika saya kembali saya menemukan semuanya telah habis. Tidak ada yang tersisa di rumah saya dan juga di gereja," ujar Pendeta Zakaria, salah satu pemimpin gereja yang terbakar di Niamey Jadi, seperti dilansir BBC.
Sani Iro, politisi di Niger mengatakan bahwa pemerintah mengambil keputusan tepat untuk melarang distribusi majalah yang suka menampilkan hujatan pada tokoh politik dan agama itu. Menurut Iro, keputusan tersebut menjamin perdamaian dan stabilitas di negara Afrika Barat yang penduduknya mayoritas Muslim itu.
Sementara itu Presiden Nigeri Mahamadou Issoufou menyerukan kecaman keras atas aksi anarkis tersebut. "Mereka yang menjarah tempat ibadah, yang menodainya dan membunuh saudara satu daerah yang beragama Kristen, sama sekali tidak memahami tentang Islam," tegasnya.
<!--[if gte mso 9]><xml>