Bentrokan antar desa terjadi selama sepekan belakangan ini di bagian timur Indonesia. Kamis pekan lalu, warga Desa Negeri Lima dan Desa Seith, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah, bersitegang. Hal ini terjadi karena sebelumnya terjadi perkelahian antar pemuda dari kedua desa. Tidak berhenti di sini, terjadi pula bentrokan serupa. Yang mana kali ini melibatkan dua desa lainnya, yakni desa Iha dan Luhu, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku (4/8).
Perseteruan ini menyebabkan puluhan rumah dan sekolah terbakar, puluhan korban luka bahkan menewaskan 10 warga. Prihatin akan keadaan ini, Uskup Diosis Amboina Mgr PC Mandagi meminta warga antardesa di Maluku agar tetap menjaga persatuan dan tidak mudah terpecah belah dan saling bermusuhan.
Melalui berita yang dilansir dari Kompas.com, Uskup Mandagi mengatakan, “bodohlah kita kalau kita berkelahi terus, orang lain bisa memanfaatkan kita dan kita orang Maluku yang akan sengsara,” ungkapnya kepada sejumlah wartawan di Ambon (6/8).
Menurutnya, warga tidak perlu untuk saling mencurigai, melainkan menempuh jalan dialog untuk penyelesaian berbagai masalah. Bila menyelesaikan masalah dengan kekerasan, dapat dipastikan yang diperoleh hanya kesengsaraan terhadap kedua pihak.
“Hidup selalu ada masalah, tapi sebaiknya harus diselesaikan dengan cara yang baik dan manusiawi, jangan dengan cara kekerasan. Dialog harus diutamakan dalam menyelesaikan setiap masalah, bukan kekerasan. Kalau jalan kekerasan yang diambil, orang Maluku sangat bodoh,” tegasnya.
Uskup Mandagi meminta warga untuk menyelesaikan masalah dengan cara dialog dengan damai, sama seperti yang diajarkan oleh semua ajaran agama. Kekerasan dan pembalasan tidak akan pernah ada habisnya. Penting bagi setiap orang untuk menahan diri dan menjaga perdamaian dengan saling menghargai satu sama lain.