Ma, lokalisasi itu apa?

Latest News and Events / 19 June 2014

Kalangan Sendiri

Ma, lokalisasi itu apa?

Lusiana Official Writer
3861

<!--[if gte mso 9]><xml> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE </xml><![endif]-->

<!--[if gte mso 9]><xml> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> Orang tua cenderung takut atau was-was ketika anaknya menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas atau seputar alat reproduksi. Alasannya karena para orang tua ini menganggap pendidikan seks adalah sesuatu yang vulgar dan tabu jika dibicarakan secara terbuka dengan anak. Ternyata sikap orang tua inilah justru dapat menjerumuskan anak-anak mengenal konten pornografi dari dunia luar.

Fakta tersebut disampaikan oleh Elisabeth T. Santosa, praktisi di bidang psikologi anak sekaligus pembicara dalam Superbook Parenting Seminar yang mengusung tema Kids, Sex and Media ; Raising Kids in A Digital World. Acara yang diadakan pada Sabtu, 7 Juni 2014 di Motivator Hall, AXA Tower ini dihadiri hampir 300 peserta. Sebelumnya Elisabeth juga menjadi pembicara dalam acara serupa yang diadakan di Surabaya, tepatnya di  Dyandra Convention Center pada Kamis, 15 Mei 2014.  “Parents, harus mempunyai pembekalan pengetahuan seks yang benar. Selain itu harus memperhatikan juga usia anak, hal ini berhubungan dengan cara penyampaian pendidikan seks kepada anak,” kata Elisabeth. Melanjutkan keterangannya, Elisabeth mengingatkan orang tua untuk menerapkan prinsip keterbukaan pada anak. Komunikasi yang kreatif dibangun sebagai jembatan orang tua untuk mengenal anak lebih jauh. Sehingga ketika orang tua bertanya atau menggali informasi mengenai tingkat pengetahuan anak terhadap seks, anak tidak merasa dinvestigasi atau dintimidasi. Sebaliknya anak akan merasa nyaman untuk berbagi pengalaman, pengetahuan dan sejauh mana mereka terlibat. Tentunya jika anak mendapat penjelasan pendidikan seks dari orang tua, kontennya pasti berupa pengetahuan seks yang benar bukan hal-hal yang berbau pornografi. Misalnya mengajarkan bahwa hubungan seks itu boleh dilakukan asalkan telah disahkan oleh lembaga atau institusi pernikahan. Di luar itu, seks menjadi hal yang tidak baik dan tidak kudus di mata Allah.  Agar peserta semakin memahami materi yang dibagikan, Elisabeth bersama Andy Otniel kemudian mensimulasikan bagaimana melakukan komunikasi yang efektif antara anak dan orang tua terkait dengan pendidikan seks.

Media dan Peranannya

Seperti disinggung diawal bahwa anak-anak mengenal pornografi tidak terlepas dari peranan media. “Media adalah pintu gerbang dari semua informasi yang menerpa anak-anak. Jadi parents harus hati-hati dan waspada,” ujar Elisabeth. Bukan hanya segala hal yang berhubungan dengan seks, media juga membawa pengaruh yang lebih luas terhadap anak-anak. Elisabeth mengingatkan, saat ini banyak anak-anak yang menderita obesitas karena sebagian dari mereka terlalu ayik menonton televisi sehingga otomatis perkembangan fisik mereka terhambat. Selain itu perkembangan yang mungkin juga terpengaruh meliputi ; motorik, neurologi, kognitif, moral, bahasa dan interaksi sosial. Tapi pengaruh media memiliki dua sisi, selain negative ada juga sisi positifnya. Menonton tayangan TV yang positif dan sesuai dengan usia akan mendidik anak-anak. Contohnya anak pra sekolah dapat mengenal ragam warna, huruf dan abjad dari tayangan TV. Elisabeth memberikan saran, “Kuncinya adalah dampingi putra-putri Anda saat menonton. Diskusikan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap tontonan, mana yang baik dan mana yang buruk.”

Respon peserta

Disela-sela seminar berlangsung, peserta dapat mengajukan pertanyaan seputar masalah anak-anak, seks dan media. "Anak saya usia 9 tahun, bertanya tentang lokalisasi dan prostitusi, dia mendengar istilah itu dari berita di TV", tanya salah satu peserta. Menaggapi pertanyaan tersebut, Elisabeth membantu orang tua menjelaskan bahwa tempat prostitusi adalah tempat dimana orang dewasa membayar kesenangannya. Kesenangan bisa dalam bentuk ditemani ngobrol atau didengar oleh orang lain. Jelaskan padanya bahwa seseorang bisa mendatangi tempat prostitusi karena dia kesepian atau tidak bahagia dengan keluarganya. Jadi agar tidak terjadi hal demikian dalam keluarga harus ada sikap saling menyayangi, saling peduli dan saling menghormati. Nah disitu Anda mulai menanamkan nilai-nilai kebenaran pada anak Anda. Tidak hanya para orang tua, peserta yang hadir banyak juga dari kalangan pendidikan, pemilik yayasan dan orang-orang yang memang concern dengan anak-anak. Bahkan ada lebih kurang 20 orang guru-guru dari Kupang dan Soe yang turut hadir. “Dari seminar ini kami sangat diberkati. Bahwa kami harus terus update perkembangan teknologi dan upgrade diri sendiri terhadap perubahan disekitar kami,” kata Yanti,  Koordinator Pusat Pelayanan Anak (PPA) Gema Musafir Kupang. Helda, Mitra CBN juga mengaku sebagai orang tua banyak mendapat informasi dalam hal menangani anak-anak terkait dengan seks dan media.

Mitra CBN, ada banyak tontonan yang negatif disekitar anak-anak kita. Mari bergabung memerangi hal ini dengan menghadirkan Superbook. Film animasi yang membuat anak-anak cinta Tuhan dan mengaplikasikan Firman dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjadi Mitra CBN, Anda turut tergabung dalam pelayanan CBN yang menjangkau anak-anak. Isi dan dan ikuti petunjuk formulir di bawah ini dan jadailah Mitra CBN

Halaman :
1

Ikuti Kami