Suatu kali seorang anak datang kepada ayahnya sambil menangis, “ayah, maafkan aku,” Ayahnya yang masih tampak bingung dengan kelakuan anaknya pun berbalik tanya, “kamu memang melakukan apa, anakku?” tanyanya dengan lembut.
“Aku, aku, telah gagal melakukan nasihat ayah,” jawab anaknya.
“Nasihat yang mana?” timpal sang ayah.
“Aku tadi memukul teman yang telah berbuat jahat padaku ayah. Aku Padahal, ayah kan selalu mengingatkan aku agar tidak membalas perbuatan orang yang jahat sama kita dan memaafkan orang yang berlaku tidak baik pada kita. Maafkan aku ayah, aku telah mengecewakan ayah” kata anak sambil tersedu-sedu.
Mendengar itu, ayah pun merangkul penuh kasih anaknya dan berkata, “Nak, apa yang kamu lakukan sudah tepat. Tepat bukan karena kamu memukul teman kamu, tetapi karena kamu mengakui kegagalan kamu mendengar nasihat ayah. Tapi ayah mau kasih tahu kepada kamu, kalau pun nantinya kamu gagal memaafkan teman kamu, kamu jangan jadi putus asa. Ayah tahu memaafkan itu berat, tetapi bukan berarti tidak bisa.”
“Percayalah pada ayah, adalah lebih baik memaafkan daripada membalas perbuatan jahat orang lain.”
“Iya ayah, aku percaya sama ayah,” pungkas anak sambil menghapuskan air mata yang jatuh ke pipi.
Pelajaran yang dapat dipetik dari ilustrasi di atas: Meskipun dalam praktik, kita suka atau pernah gagal memaafkan orang lain, kita jangan jadi putus asa. Tuhan tahu diri kita yang sulit mengampuni orang lain, tetapi Dia juga tahu bahwa itu bukan berarti tidak bisa.
Selama mau taat pada firman-Nya dan senantiasa meminta kekuatan dari-Nya ketika akan melakukan, Anda pasti sanggup memaafkan kesalahan orang lain.
Baca juga:
Bukan Hanya Beri Maaf, Keluarga Ade Sara Juga Minta Maaf Pada Pelaku
Bahan Makanan yang Mampu Cegah Penyakit Meningitis
4 Pelajaran Penting Dari Kisah Jalan Ke Emaus
Dokumentasi Kopdar Forum JC 3 Mei 2014
Sumber : jawaban.com / bm