Sebuah negara tidak dapat mempertahankan pemerintahan tanpa anak, sebab mereka adalah generasi penerus masa depan. Untuk mewujudkan generasi penerus yang berkualitas, anak perlu dibekali dengan pendidikan.
Pendidikan terbaik sesungguhnya berlangsung pada masa kanak-kanak khususnya dalam kurun waktu lima tahun pertama (Balita). Tabita Kartika Christiani[1] menyatakan bahwa, perkembangan dalam kurun waktu lima tahun pertama merupakan masa dimana seseorang mengalami perkembangan paling pesat dibanding masa dewasa. Daniel Fung & Cai Yi-Ming[2] mengemukakan, “Masa-masa rentan kehidupan seseorang, berada pada enam tahun pertama dalam kehidupannya. Pada usia tersebut, terjadi perubahan dramatis yang merupakan pondasi bagi perkembangan anak di masa mendatang””. Berbagai pengetahuan, perasaan dan pengalaman masa Balita, akan memengaruhi perkembangan seluruh aspek seumur hidupnya.
Berikut contoh studi Alkitab terhadap Musa, sebagai tokoh besar dalam Perjanjian Lama yang menjadi bahan kajian bagi sebuah prinsip dalam pendidikan anak usia Balita. Beberapa tahap dalam perkembangan hidupnya sampai Musa tampil sebagai pemimpin besar, tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masa kecilnya.
Bayi Musa terancam maut oleh ketetapan Firaun yang memerintahkan agar setiap anak laki-laki yang lahir dibunuh (Kel. 1:16). Tetapi sebagai orangtua yang percaya kepada Allah, Amram dan Yokhebed (Kel. 6:19) menyembunyikan Musa sebagai langkah iman (Ibr. 11:23). Kondisi tersebut berhasil dilalui hingga Musa berumur tiga bulan (Kel. 2:2). Mereka kemudian membuang Musa di Sungai Nil, lalu puteri Firaun mengangkatnya sebagai anak. Tuhan memberikan jalan keluar secara ajaib karena Musa diasuh dan dipelihara kembali oleh orangtuanya selama masa menyusui[3] (2:9). Selanjutnya Musa diserahkan kepada puteri Firaun.
Sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa, selama tahun-tahun pertama Musa bersama keluarga ternyata membawa dampak luar biasa. Meskipun sekitar 40 tahun menerima berbagai disiplin ilmu serta kenikmatan hidup di Mesir, Musa memiliki ketetapan hati untuk berpihak kepada bangsanya (Kel. 2:11-12; Kisah 7:23-27). Penulis surat Ibrani menyebut tindakan Musa sebagai langkah iman berdasarkan pengenalan serta keyakinan kepada Allah Israel sebagai Allah yang hidup (Ibr. 11:24-27). Bahkan ketika Musa telah menjadi pemimpin, Alkitab mencatat relasinya sangat dekat dengan Tuhan, lebih dari para nabi lainnya (Bil. 12:7-8). Pengalaman Musa adalah contoh yang membuktikan bahwa pada usia Balita, seorang anak mampu merekam pendidikan melalui pengetahuan maupun pengalaman hidupnya.
Pendidikan Kristen dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mempersiapkan generasi handal bagi negara dan tentu saja gereja, dengan melaksanakan pendidikan Balita sedini mungkin. Keluarga menjadi agen pendidikan utama yang akan menentukan ”putih hitamnya” anak di kemudian hari. Agen kedua adalah gereja sebagai komunitas keluarga Kerajaan Allah di bumi.
Akankah negara dan gereja kita memiliki warga yang hidup mengenal dan mengasihi Allah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus? Akankah generasi mendatang berkarakter dan mengabdikan hidup bagi Tuhan dan sesama? Tentukan pilihan Anda dari sekarang! (Yeni Krismawati, MPdK.)
[1] Tabita K.C. adalah pakar pendidikan Kristen di Indonesia yang concern dalam pendidikan anak. (Ajarlah Mereka Melakukan, 1999:129)
[2] Mengembangkan Kepribadian Anak Dengan Tepat, 2003:2
[3] F.L. Bakker menjelaskan bahwa berdasarkan tradisi pada jaman itu, anak disapih sesudah berumur tiga sampai empat tahun (Sejarah Kerajaan Allah 1, 1993:256).