Di usia 30 tahun, Arwin mengalami hal yang menguburkan harapannya. Radang mata yang di deritanya membuat ia kehilangan harapan atas hidupnya. Ia tidak bisa bekerja, kuliah, bahkan teman-temanpun ia tinggalkan. Sudah 2 tahun ia mencari pengobatan untuk penyakitnya. Tetapi karena tak ada yang bisa mengobatinya, maka ia kehilangan semangat hidup. Ia merasa tidak bisa menerima dirinya sendiri.
Harta keluarga Arwin juga terkuras untuk biaya medis demi kesembuhan Arwin. Arwin yang hampir buta, justru semakin dibenci oleh adik-adiknya. Mereka marah karena untuk pengobatannya harus mengorbankan kuliah adik-adiknya. Penghinaan yang kerap ia terima, membuat hatinya terluka.
Ia merasa ditolak oleh keluarganya sendiri. Kekecewaan yang dalam membuatnya memutuskan untuk kabur dari rumah. Di perjalanan ia merasa tidak sanggup melewati ini semua. Lalu ditengah keputusasaannya, ia berjalan di atas rel kereta api. Pada saat itu ia berpikir ingin mengakhiri saja hidupnya. Tetapi saat-saat kereta mendatanginya, ada tangan yang menariknya dan menolongnya keluar dari lingkaran maut itu.
Namun hal itu tidak membuatnya ia merasa lega. Dengan berat hati ia kembali ke rumahnya. Namun dengan saran temannya ia bergabung dengan salah satu pelatihan untuk tuna netra. Harapan akan sebuah kesembuhan kembali timbul dalam hatinya. Namun ia sangat kaget akan apa yang terjadi dengan dirinya. Akhirnya tidak sedikitpun cahaya yang dapat ia lihat.
Ia merasa tidak ada lagi masa depan. Ia menyesali hal ini mnimpa dirinya dan menyalahkan Tuhan. Ia tidak mampu dan siap menghadapinya. Ia mengurung diri dan terhanyut dalam kesedihannya. Ditengah-tangah kesedihannya ia mengingat keceriaan dari teman-temannya yang sudah buta sejak lahir dan bahkan hidupnya lebih menderita dari dirinya.
Ia menyadari bahwa ia masih beruntung. Pada suatu hari ia mendengarkan sebuah lagu. Lagunya berkata bahwa dalam segala perkara Tuhan punya rencana. Ia tidak akan menyerah akan apapun juga sebelum ia melakukan yang ia bisa. Arwin selalu merenungkan firman Tuhan bahwa hidupnya selalu diperhatikan oleh Tuhan dan ia sangat berharga dimata Tuhan.
Ia menyerahkan segala perkara di dalam Tuhan. Ia percaya bahwa kekuatannya dari Tuhan. Ia mulai bisa menerima dirinya apa adanya. Dan melanjutkan hidupnya. Arwin juga memutuskan untuk meminta maaf kepada orangtua dan adik-adiknya. Merekapun memaafkan Arwin dan menerima Arwin kembali.
Hidup bagi Arwin adalah anugrah yang ia nikmati setiap hari. Saat ini Arwin berprofesi sebagai tukang pijat profesional. Ia merasa hidupnya berguna dan berarti. Tuhan Yesus dasyat.
Sumber Kesaksian:Arwin Sumber : V130924155209