Di Amerika hampir setiap hari saya mendengar ungkapan kasih ini "I love You", bukan hanya diantara dua pasangan yang sedang di landa badai cinta dan juga bukan hanya antara orang tua dan anak ataupun antara anak dan orang tua, tapi juga diantara sesama teman. Apakah perkataan ini hanya sekedar perkataan basa-basi belaka seperti banyaknya perkataan ungkapan yang lain-lainnya seperti "How Are You?" atau "How Have You Been?" dan lain-lain sebagainya.
Mari kita berhenti sejenak untuk menyimak perkataan "I love You" ini, izinkan perkataan ini mendengung di dalam telinga anda sekalian yang sedang membaca artikel ini. Apa yang anda rasakan saat anda mendengar perkataan "I Love You" ini? Apa yang terlintas dalam benak pikiran anda saat anda mendengar perkataan itu? Jika anda sedang di landa mabuk cinta dan yang mengatakan "I Love You" ini adalah sang kekasih anda, anda pasti merasa nyaman, anda pasti merasa di terima, anda pasti merasa sangat di kasihi. Tetapi kenapa perasaan nyaman ini dapat berubah sekalipun yang mengatakannya adalah orang yang sama dengan kondisi yang berbeda? Saat anda sudah menjadi isteri atau sudah menjadi suami sepertinya perkataan "I Love You" tidak memberikan dampak apa-apa dalam kehidupan anda karena anda sedikit banyaknya sudah mengetahui keberadaan pasangan hidup anda, kesukaannya, tingkah lakunya, pola kebiasaan hidupnya dan sebagainya.
Sepertinya perkataan "I Love You" ini sudah tidak mempunyai arti apa-apa lagi seperti perkataan "How Are You?". Apakah anda dapat membayangkan bagaimana anda akan bereaksi jika orang yang anda tanya "How Are You?" atau "Apa Kabar?" ini memberikan reaksi sebagai berikut: "Anda sungguh-sungguh ingin mengetahui keberadaan saya? Apakah anda sungguh-sungguh berminat untuk mendengarkan apa yang terjadi dengan kehidupan saya?" Jika orang tersebut sungguh-sungguh memaparkan keberadaan hidupnya dalam bentuk keluhan-keluhan yang tidak terucapkan, apakah anda sungguh-sungguh ingin mendengarkan?
Demikian juga jika anda mengatakan "I Love You" atau "Aku Mengasihi Engkau" dan orang tersebut memberikan reaksi: "Sungguhkah?" Dan mulai memaparkan kesulitannya dan memohon bantuan anda, apakah anda siap? Dimanakah anda berada saat orang-orang yang kepadanya anda mengatakan "Aku Mengasihi Engkau" berada dalam kesulitan? Bukankah dengan mengatakan "I Love You", anda memilih untuk mengasihi orang tersebut? Kenapa pilihan untuk mengasihi ini berubah setelah menikah? Apakah mengasihi itu hanya sekedar perasaan atau pilihan yang berdasarkan komitmen: apapun yang terjadi aku memilih untuk tetap mengasihimu - inilah kasih yang sejati itu. Apakah anda masih menyimpan waktu untuk bercakap-cakap dengan orang yang anda kasihi? Ataukah semuanya ini terhenti seiring dengan berjalannya waktu dalam mengarungi samudra pernikahan?
Kasih yang sejati mengalahkan ketakutan, kasih yang sejati tidak mengingat-ingat kesalahan orang lain, kasih yang sejati membawa pengharapan dalam kehidupan orang lain, kasih yang sejati selalu ingin mengampuni, kasih yang sejati tidak pernah mencari kepentingan peribadi sendiri, kasih yang sejati rela berkorban demi kepentingan orang-orang lain di lingkungan dimana kia berada, kasih yang sejati selalu menerima keberadaan orang lain karena kasih yang sejati memilih untuk mengasihi orangnya bukan keberadaannya, kasih yang sejati sanggup mengalahkan kemarahan, kepahitan, maupun dendam. Hiduplah untuk saling mengasihi!
Penulis:
Gembala Restoration Christian Church di Los Angeles - California
www.rccla.org
Baca juga artikel lainnya :
Hidup Kembali Setelah Suaminya Katakan I Love You
Perjuangan Cinta Dalam Pernikahan
Kisah Nyata Fredy & Viska : Cinta Sejati Dibayar dengan Penghianatan
Dua Jenis Pemasukan Bagi Investor
Puji Tuhan Akhirnya Tuhan Yesus Datang Juga Ke Rumah Kami
Sumber : Rev.Dr. Harry Lee,MD.,PsyD