Bersama Wujudkan Indonesia Yang Lebih Baik
Sumber: pauluswinarto.com

Kata Alkitab / 19 July 2013

Kalangan Sendiri

Bersama Wujudkan Indonesia Yang Lebih Baik

Puji Astuti Official Writer
5637

Jika seseorang ingin mencapai prestasi besar dan berguna bagi orang banyak serta dikenang melampaui usia hidupnya di dunia maka ia harus bisa bekerja sama dengan orang lain.
-       Paulus Winarto

Siapa yang tidak mau melihat negeri ini semakin baik dari hari ke hari? Siapa yang tidak mau agar suatu hari nanti bumi pertiwi ini benar-benar bebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)? Siapa yang tidak akan turut bahagia jika di masa tuanya nanti bisa melihat anak cucunya tinggal di tanah air yang penuh kedamaian, adil, makmur dan sejahtera?

Ah, saya mungkin sedang bermimpi. Tapi bukan mimpi di siang bolong. Saya bermimpi dengan iman bahwa ketika Indonesia merayakan HUT kemerdekaan yang 100, wajah negeri ini akan berubah secara drastis dibandingkan hari-hari ini (tahun 2013). Angka pengangguran dan angka kriminal yang kecil, rakyat hidup tanpa rasa was-was karena negara sungguh bisa memberikan rasa aman, ada partisipasi rakyat yang tinggi atas berbagai proses demokrasi demi kemajuan bangsa dan negara, penegakan hukum yang benar, hadirnya para pemimpin di berbagai tempat yang sungguh punya hati melayani, dan seterusnya.

Mimpi yang sungguh indah. Oh, seandainya saja saya masih hidup pada tahun itu (saya lahir 17 Agustus 1975) tentu ada perasaan bangga dan bahagia yang luar biasa. Hati ini akan berlimpah rasa syukur kepada Tuhan melihat proses transformasi negeri yang membuahkan hasil spektakuler.

Namun kemudian timbul satu pertanyaan menggelitik dari hati sanubari saya sendiri, “Paulus sudah berbuat apa agar Indonesia jadi lebih baik?”. Ya Tuhan, ampunilah saya kalau kerap kali saya hanya berharap agar orang lain, situasi mau pun keadaan menjadi lebih baik tanpa saya sendiri mau berbuat apa-apa. Sungguh ini sebuah kekonyolan!

Terlintas di pikiran sebuah nasihat bijak kuno: daripada memaki kegelapan, lebih baik Anda menyalakan lilin demi menerangi diri Anda dan orang di sekitar Anda. Lalu tergiang di telinga wejangan dari Sang Guru: kamu adalah terang dunia! Oh, my God!

Dalam, kepemimpinan dikenal istilah self leadership yang artinya kemampuan untuk memimpin diri sendiri. Ya, bagaimana mungkin kita bisa memimpin orang lain dengan baik jika kita tidak bisa memimpin diri sendiri dengan baik? Itulah sebabnya, selain menjadi teladan, seorang pemimpin terkadang harus bisa menjadi agen perubahan. Persis seperti yang ditegaskan Mahatma Gandhi, “Be the change you wish to see in the world.”

Tidak Mungkin Sendiri

Rindu melihat keadaan menjadi lebih baik adalah satu hal. Berbuat sesuatu agar keadaan menjadi lebih baik adalah hal lain lagi. Dengan kata lain, kerinduan, niat baik atau apa pun namanya tidak serta merta akan menjadikan keadaan lebih baik. Bahkan terkadang, doa pun tidak cukup. Itulah sebabnya kita harus melakukan bagian kita dan biarkanlah Tuhan melakukan bagian-Nya.

Nah, dalam rangka melakukan bagian kita ada satu kesadaran yang sangat perlu dibangun: jika ingin mencapai sesuatu yang besar, kita tidak mungkin bekerja sendiri. Jika seseorang tidak bisa bekerja sama dengan orang lain atau bekerja melalui orang lain, tentu hasil yang diperoleh akan sangat terbatas. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, semua perjuangannya akan berakhir pada saat ia dimakamkan. Begitu ia mati, visinya pun ikut mati. Mirip kutipan syair sebuah lagu Naif: bila ku mati kau juga mati.

Saya pun teringat nasihat bijak dari King Solomon: “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!”. Yes, two are better than one; because they have a good reward for their labour. For if they fall, the one will lift up his fellow: but woe to him that is alone when he falleth; for he hath not another to help him up. Saya langsung teringat, bahkan Yesus Kristus pun punya 12 murid yang ikut bekerja bersama-Nya, meski kemudian satu menjadi pengkhianat.

Masalahnya, sebuah kemitraan, sinergi atau kerja sama hanya bisa terbangun dengan baik manakala orang-orang yang terlibat di dalamnya mau untuk memerdekakan diri dari sekat-sekat yang ada. Entah itu sekat suku, ras, agama, golongan kelas sosial dan sebagainya. Ini memang tidak mudah, apalagi manusia cenderung lebih suka berada bersama orang yang memiliki kesamaan.

Sedikit Sharing Pengalaman

Saya benar-benar bersyukur diberikan kesempatan oleh Tuhan bisa berkarya di berbagai komunitas di luar keyakinan agama saya sebagai pengikut Kristus. Bertahun-tahun saya menjadi pengajar di sebuah Pondok Pesantren di Bandung. Dari sana, saya juga belajar menghargai sesama saudara kita yang Muslim. Saya baru tahu kalau suara adzan sedang berkumandang, kita harus menghentikan kegiatan untuk sementara waktu, termasuk berhenti mengajar beberapa saat. Saya belajar juga untuk memahami mereka agar tidak salah dalam bertingkah laku, seperti menghindari makan atau minum di depan mereka saat bulan puasa.

Saya juga bersyukur pernah diberikan kesempatan beberapa kali mengajar di vihara. Setidaknya selama berada di sana, saya dengan penuh sukacita menyesuaikan diri menjadi vegetarian. Alangkah indahnya hidup ini jika kita bisa memahami dan menghormati orang lain sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. Bukankah Tuhan mencintai semua orang? Jangan-jangan selama ini kita dihinggapi kesombongan rohani tanpa kita sadari sehingga kita merasa lebih suci, keyakinan kita lebih luar biasa dari orang lain, sehingga membuat kita cenderung membangun tembok relasi daripada jembatan relasi.

Prinsip Dasar

Anda boleh tidak setuju dengan pendapat saya. Toh, ini hanya pendapat pribadi. Ada 2 prinsip yang selalu saya gunakan ketika berhubungan dan berada di tengah-tengah komunitas yang mayoritas berbeda dalam hal tertentu dengan saya. Perkenanlah saya membagikan prinsip itu:

1. Prinsip Aturan Emas (Golden Rule).

Prinsip ini berbunyi: segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka (whatever you want men to do to you, do also to them). Prinsip ini saya pelajari dari Yesus Kristus. Prinsip ini mengajarkan agar kita yang terlebih dahulu mengambil inisiatif. Kita harus bertindak dulu. Jika ingin dihormati, kita harus belajar menghormati. Jika ingin orang lain jujur kepada kita, kita harus terlebih dahulu jujur kepada orang lain. Jika kita ingin dimengerti, belajarlah untuk mengerti orang lain terlebih dahulu.

2. Prinsip 101.

Prinsip ini berbunyi: temukan 1 persen yang kita sepakati dan curahkanlah 100 persen usaha kita pada hal tersebut (find the 1 percent we agree on and give it 100 percent of our effort). Saya mempelajari prinsip ini dari mentor saya, John C. Maxwell. Satu persen itu barangkali berupa kita sama-sama sepakat serta menjunjung tinggi ajaran cinta kasih, kita sama-sama ingin Indonesia menjadi lebih baik, dst. Artinya, kesamaan ini menjadi fokus utama dalam tahap awal membangun relasi. Lebih lanjut mengenai Prinsip 101, Anda dapat membacanya dalam buku Maxwell berjudul Winning With People.

Terakhir, saya ingin menyampaikan sesuatu dari hati saya yang terdalam. Jika Anda dan saya ingin Indonesia menjadi lebih baik maka mulailah berbuat sesuatu dan mulailah membangun kerja sama dengan sesama. Start small but don’t start alone!.

Writer : Paulus Winarto

* Best Selling Author, Motivational Teacher and Leadership Trainer.


Baca juga artikel lainnya :

Glenn Fredly : Kemerdekaan Bukan Hanya Sekedar Slogan

Imani selalu Kemerdekaan Indonesia!

Keberanian Sejati

Terluka Karena Terlalu Mencintai Pasangan

Yang baru di MNC TV: Telenovela dan Acara Ala Gladiator

Sumber : Pauluswinarto.com
Halaman :
1

Ikuti Kami