Dalam sebuah buku karya Jeffrey Kluger, jurnalis Time, menyebutkan bahwa 95% orangtua pasti punya anak yang difavoritkan. Dalam buku ‘The Sibling Effect : What the Bonds Among Brothers and Sisters Reveal About Us’, meskipun begitu, orangtua tak mengakui kalau mereka lebih sayang pada salah satu anak.
Hal ini tentu membuat anak berusaha menjadi superior dan bakal berjuang demi mendapatkan perhatian dan kasih sayang orangtuanya. Biasanya, pada anak pertama, perhatian orangtua akan sepenuhnya difokuskan pada si sulung. Anak tengah, menjadi pengamat kakaknya dan merasa harus ekstra berkompetisi untuk mendapatkan perhatian orangtua. Sedangkan si bungsu, biasanya lebih bebas untuk membentuk kepribadiannya, karena tidak dituntut oleh orangtua mereka. Lantas, bagaimana caranya untuk menyeimbangkan hal ini, terutama perhatian dari si orangtua kepada anak-anaknya? Berikut ini beberapa hal yang bisa diaplikasikan.
Jangan Hanya Menuntut
Jika si kakak adalah anak sulung, orangtua cenderung akan lebih menuntut dan mengharapkan banyak darinya, terlebih lagi jika dia anak perempuan. Kala si ibu kerepotan mengurus si bungsu, maka si sulung harus dilatih untuk mengasuh adiknya, mengajak adiknya main, mengayomi adik. Selanjutnya, anak nomor dua pun kalau dia sudah agak besar juga harus mengasuh adiknya lagi, begitu seterusnya.
Ajarkan dan Latih Anak Sulung
Rasa kasih sayang dan tanggung jawab seorang kakak tak tumbuh dengan sendirinya, tapi harus diajarkan dan dilatih. Jadi, orangtua tidak boleh menuntut tanggung jawab kakak secara berlebihan, terutama saat anak sulung itu sendiri masih balita.
Jadi, sekalipun dia diminta untuk menjaga sang adik, misalnya mengajak adik main di luar rumah, tetap harus ada supervisi dari orang dewasa. Begitu juga bila meminta kakak menjaga adik di dalam rumah ataupun di mobil.
Libatkan Kakak Sebisa Mungkin
Misalnya, minta bantuan kakak mengambilkan popok untuk adik bayinya yang pipis, memintanya memegangi kaki adik saat ibu memakaikan popok, dan lain sebagainya. Bila si adik sudah lebih besar, ibu bisa menyuruhnya membeli sesuatu di warung dekat rumah, misalnya dengan menyertakan sang adik. “Ajak adik ya, Kak. Adiknya digandeng,”. Berawal dari situ, pelan-pelan ibu bisa meminta si kakak mengajak adiknya kala bermain dengan teman-temannya.
Jangan Membuat Persaingan di Antara Anak Anda
Seringkali si kakak merasa adiknya sebagai saingan dalam memperebutkan kasih sayang orangtua. Sebaiknya ibu berbicara kepada kakak tentang adiknya secara pribadi, memintanya untuk ikut serta dalam diskusi dan pengambilan keputusan tentang perawatan atau reaksi adiknya. Kala adik menangis misalnya, ibu bisa menanyakan kepada kakak, “Menurutmu mengapa adik menangis? Apa yang diinginkannya?” Jangan malah diusir kala ia mendekat ketika sang ibu sedang repot mengurus adiknya. Bila demikian, si kakak akhirnya akan merasa, “Oh, aku ini gangguin adik.” dia pun akan bertindak lebih jauh lagi.
Berikan Waktu Untuk Anak-Anak Anda
Bila orangtua selalu menyempatkan diri untuk bermain bersama anak-anak, mengajarkan berbagi antara kakak-adik, maka anak-anakpun lama-lama akan terbiasa dengan hal demikian. Bahwa kemudian terjadi pertengkaran antara kakak-adik tentulah bisa dipahami. Soalnya, anak usia prasekolah egonya masih tinggi, walaupun ada yang sudah mereda egonya dan bisa mulai berbagi.
Terapkan Peraturan
Misalnya, kakak tidak mau berbagi mainannya dengan adik. Bila si kakak sedang memainkan mainan itu dan adiknya ingin main pula, maka si adik harus menunggu sebentar sampai kakaknya selesai main. Bisa dengan meminta ijin dari si kakak. Bila dia menjawab, “Mainan ini kan punyaku,” tanyakan lagi, “Sampai berapa lama kakak akan main? Sesudah itu, bolehkah adik pinjam? Nah, ini lihat jam, kakak main sampai jarum panjang jam terletak di angka ini ya? Habis itu adik boleh pinjam.”
Aturan yang dibuat bisa menyangkut masalah disiplin dan tanggung jawab pribadi. Misalnya, usai bermain harus membereskan mainannya, sebelum tidur gosok gigi, atau menaruh sandal / sepatu di tempatnya jika masuk ke rumah, dan sebagainya. Namun aturan sebaiknya tak panjang-panjang mengingat usianya masih balita. Setelah buat peraturan, orangtua juga harus menjalaninya. Bila aturan tidak dijalankan, maka terapkan juga konsekuensi yang harus ditanggung. Tanggung jawab tidak melulu milik kakak, tapi sang adik pun tetap harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Jangan merasa tidak sabar karena anak sekali dikasih tahu tidak mengerti, mereka harus berkali-kali diingatkan.
Jangan Langsung Memarahi Sulung
Jangan sampai orangtua malah langsung memarahi si kakak. “Kamu kan kakaknya, harus mengalah dong.” Bila demikian, si kakak akan merasakan ketidakadilan dari orangtua. Bukankah si kakak juga punya hak pribadi yang sama seperti si adik? Buktinya, orang dewasa juga jika sedang asyik baca koran atau buku lalu tiba-tiba ada yang merebut tentu bisa marah, demikian juga anak-anak.
Berantem Ada Bagusnya Lho
Orangtua biasanya tak senang bila kakak-adik bertengkar, padahal kalau hanya sekali-kali ada bagusnya ternyata. Bertengkar membuat anak-anak mencoba menyelesaikan masalah mereka sendiri menurut aturan yang mereka pakai. Karena itu, orangtua sebaiknya jangan terlalu reaktif dan langsung intervensi kala si kakak dan adik bertengkar. Jika pun harus intervensi, tanyakan masalah ini pada kedua-duanya jangan hanya salah satu pihak.
Pahami Bungsu Mungkin Tak Terlalu Menikmati Perhatian Ekstra
Bagi anak bungsu yang sudah menanjak, perhatian ekstra bisa dia artikan dengan pengawasan yang terlalu berlebihan. Jangan sampai di satu sisi si bungsu sepertinya dibebaskan dari segala bentuk tanggung jawab. Di sisi lain, segala gerak-gerik si bungsu tidak pernah luput dari perhatian orangtua.
Karena itu, sebagai orangtua jangan sampai menjadi batu penghalang anak untuk merasakan kasih sayang Anda. Tunjukkan pada anak-anak bahwa mereka berharga di mata Anda, tanpa ada pembedaan.
Sumber : berbagai sumber by lois horiyanti/jawaban.com