Perceraian berperan besar dalam pertumbuhan anak-anak. Di dalam kekristenan, kata “perceraian” itu sebenarnya tidak ada. Karena ketika suami istri bersatu, maka mereka sudah satu dan hanya bisa dipisahkan oleh maut, sesuai janji pernikahan yang mereka ucapkan ketika pemberkatan dulu. Jadi, kasus perceraian harusnya tidak ada, namun memang tidak dipungkiri kasus ini terjadi di dalam kalangan pengikut Yesus. Adapun dampak yang bisa dirasakan anak-anak dapat dilihat di sini. Karena itu, ada beberapa tindakan yang sebaiknya diambil agar dampak perceraian terhadap anak-anak bisa diminimalkan, yaitu :
Menurut Psikolog Rustika Thamrin
Untuk Anak Di Bawah 5 Tahun
Menurut psikolog Rustika Thamrin, tetap ciptakan suasana rumah yang kondusif karena mereka dapat merasakan aura dan suasana. Anak juga sangat peka terhadap bahasa tubuh karena itu ciptakan rasa tenang. Setelah itu, jangan berbohong kepada anak. Ajak anak bicara, misalnya saja, “Ayah pergi dulu ya, ayah pindah rumah tapi Ayah akan tetap datang ke sini.”
Untuk Anak yang Sudah Remaja
Ajak mereka bicara. Komunikasikan bahwa sebenarnya yang dilakukan ayah dan ibunya kurang baik, maunya tidak seperti itu tapi tidak bisa kontrol diri. Setelah itu, sampaikan bahwa anak tidak bisa selalu bersama salah satunya. Tapi meski berjauhan, anak-anak perlu diberitahu kalau mereka disayang. Mereka juga perlu diberitahu kalau ini bukan salah mereka. Jika anak lebih dari satu, lebih baik sampaikan hal ini satu per satu setelah itu baru dikumpulkan.
Menurut Konsultan Keluarga, Kelly Cole
Yang tak boleh dilakukan:
Menurut Direktur Eksekutif dan Pendiri Badan Ketahanan Keluarga Nasional, Risa Garon
Penyampaian secara jujur perlu diketahui oleh anak, termasuk alasan orangtua bercerai. Hal ini untuk menghindari perasaan anak yang merasa perceraian terjadi karena kesalahannya.
Selain itu, perceraian menyebabkan hilangnya gambaran sebuah keluarga ideal yang memberi rasa aman kepada anak-anak. Karena itu, mereka mungkin syok, menolak, marah, sedih, kuatir, dan cemas. Untuk mengetahui perasaan anak, orangtua bisa mengetahui dari buku bacaannya, gambar-gambar tentang perasaannya, atau mendengar lirik lagu pilihannya.
Menurut Penulis Buku I Do Part 2 : How To Survive Divorce, Co-Parent Your Kids, and Blend Your Families Without Losing Your Mind, Karen Buscemi
Senormal Mungkin
Pastikan anak menjalani aktivitasnya senormal mungkin, seperti berpartisipasi dalam kegiatan yang sama, melihat teman-teman lama, dan bahkan tinggal di sekolah yang sama. Anak masih membutuhkan kedisiplinan sehingga orangtua harus setuju membagi peran yang sama seperti sebelum bercerai.
Kerjasama
Meskipun susah dilakukan, pengaturan kunjungan setelah bercerai perlu dipertimbangkan. Lakukan agar hubungan dengan anak tetap terhubung. Tidak hanya itu, Anda berdua perlu membuat kesepakatan mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk sesuatu hal dan kapan. Misalnya, di saat mantan pasangan berhalangan menjaga anak, Anda bisa menggantikan perannya.
Jangan Menjelekkan Pasangan di Depan Anak
Sebuah perceraian membawa banyak emosi negatif, termasuk kata dan perbuatan. Tapi jangan lakukan hal itu di depan anak-anak. Merasa merasa seperti sedang dimarahi dan miliknya direnggut. Jika ingin melampiaskan emosi negatif tersebut, Anda bisa bercerita pada teman, keluarga, atau terapis. Proses perceraian membuat Anda memerlukan dukungan dari keluarga besar. Terkait soal anak, cara terbaik adalah dengan menempatkan anak di lingkungan orang-orang yang peduli.
Itulah beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Namun di atas semua itu, cara terbaik agar anak bisa mendapatkan dampak negatif yang paling minimal adalah dengan bersatu kembali dan mulai lagi dari awal. Semuanya memang tidak mudah dan terkesan mustahil, tapi Tuhan akan memampukan.
Sumber : berbagai sumber by lois horiyanti/jawaban.com