Bukannya semakin turun, utang pemerintah dan swasta Indonesia di luar negeri justru menaik. Hingga akhir Oktober 2013, data Bank Sentral menyebutkan total utang luar negeri Indonesia telah menembus USD 262,4 miliar atau setara dengan Rp 3.204 triliun.
Ketua Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan kepada wartawan menyatakan terus membengkaknya utang luar negeri Indonesia karena pemerintah tidak punya cukup uang untuk membayar utang masa lalu. Untuk membayarnya, pemerintah justru melakukannya dengan terus menambah utang luar negeri.
"Itulah kita sekarang mengalami Net Negative Transfer. Utang luar negeri sekarang saja tidak cukup untuk membayar kewajiban utang lama," ujar Dani sebagaimana dilansir merdeka online, Kamis (26/12).
"Mereka (pemerintah) terus menyiasati dan ini gali lobang tapi lobang yang lain tidak tertutup," jelasnya.
Dalam konteks utang luar negeri pemerintah, Dani memandang bahwa pemerintah dalam masa kesulitan. "Fundamental negara kita saat ini sedang rapuh. Kreditur juga sudah mulai takut nanti negara tidak sanggup membayar utang," pungkasnya.
Sebagai informasi, pada September 2013 total utang luar negeri Indonesia adalah sebesar USD 259,9 miliar. Angka ini terus bertambah sejalan dengan tingginya permintaan utang pemerintah dan swasta kepada pihak luar negeri. Dalam kurun satu bulan setelah data itu atau Oktober 2013, total utang luar negeri Indonesia telah menjadi USD 262,4 miliar.
Entah bagaimana pemerintah dan swasta Indonesia akan melunasi total utang luar negeri ini. Yang pasti, kita berharap pihak berotoritas baik yang kini berjalan maupun di masa mendatang tidak lagi mencoba melunasi kewajiban kita kepada pihak luar negeri dengan mengadakan utang kembali. Sebab seperti sama-sama diketahui, membayar utang dengan utang tidak ada gunanya sama sekali.
Baca juga :
Jack Sim, Pemilik 16 Perusahaan yang Banting Stir Jadi Pekerja Sosial
Dua Negara Ini Alami Hujan Salju Pertama Saat Natal
Mujizat Kesembuhan Terjadi Dalam Hidupku
Thread Forum JC : Bakti Sosial (Berbagi Kasih Dengan Anak-Anak Tanah Merah - OBI
Sumber : merdeka.com / budhianto marpaung