Pada waktu itu, pertama kali Anaria Hutabarat bertemu dengan pria yang akan menjadi suaminya di kantor tempatnya bekerja. Beberapa kali bertemu, Ana menganggap pria ini kebapakan, yang selama ini dia cari karena memang dia sendiri hidup tanpa sosok sang ayah. Ana merasa pria ini begitu baik, apalagi ternyata dia juga diajak bertemu dengan keluarga pria yang menyambutnya dengan baik. Namun ternyata mereka menyimpan rahasia.
Di lingkungan keluarga pria itu, Ana diminta untuk menikah dengannya, padahal Ana sendiri sudah punya tunangan. Namun, karena pria ini begitu baik, dua minggu kemudian mereka pun menikah.
Namun, pernikahan mereka rusak akibat kabar yang didengar Ana. Ternyata suaminya, Yopie, sudah mempunyai istri lagi. “Saya remuk hati, saya marah, saya sakit hati. Sampai-sampai di waktu suami mengajak berhubungan (intim), saya menolaknya mentah-mentah. Udah ga ada rasa cinta sedikitpun. Atas bujukan mertua, saya masih menerima suami, sampai anak kedua lahir,” ujar Ana.
Setelah mertuanya meninggal dunia, suaminya pun menyatakan keterusterangannya. “Sekarang mama sudah ga ada, jadi sampai di sini saja ya pernikahan kita,” ujar suaminya yang ditiru oleh Ana. Mereka pun akhirnya berpisah. Namun kepada anak-anaknya, Ana selalu mengatakan kalau ayah mereka ada di laut. Meskipun begitu, Ana menunjukkan pada anak-anaknya bahwa mereka tetap dicukupkan, dan Ana pun mengajak mereka bermain sehingga mereka tak merasa kehilangan figur ayah. Ana selalu menunjukkan bahwa suaminya adalah suami yang baik.
Lama tidak bertemu, Ana mendapat kabar suaminya masuk rumah sakit karena terkena penyakit lever. Tapi Ana malah ditendang. “Lho kok malah begini?” tanya Ana dalam hatinya.
“Bang, dengar ya. Selama ini sesakit-sakitnya saya, kamu akan menerima yang lebih sakit. Bertobat kamu. Kalau kamu tidak bertobat, kamu akan menerima yang lebih sakit dari ini,” balas Ana kepada Yopie. Dia pun kemudian pulang.
Ana kemudian konseling untuk pemulihan hatinya, dia ceritakan semua kejadian, dari sejak pernikahan sampai perpisahan mereka. “Tidak ada yang bisa tolong saya. Tuhan, hanya Engkau yang bisa tolong saya,” doa Ana.
“Saya berdoa minta pada Tuhan agar saya dikuatkan, dimampukan untuk mengampuni. Tapi itupun ada proses 5 tahun baru saya bisa mengampuni secara total. Saya belajar mengampuni karena kata-kata yang tidak baik oleh dia gitu.”
Delapan belas tahun kemudian, Ana mendengar kabar dari anaknya kalau sang ayah sakit kanker. Di situ, sang suami meminta pengampunan dari Tuhan Yesus karena sudah menyakiti hati istri dan kedua anak perempuannya. Di saat itu, mereka berdoa dan bernyanyi lagu “El Shaddai”.
Saat menyanyikan lagu itu, sang suami yang tadinya tidak bisa ngomong, tiba-tiba mengeluarkan suara “El Shaddai…El Shaddai” mengikuti alunan lagu. Suaminya pun kemudian meninggal dunia.
“Saya bersyukur Tuhan memberikan kekuatan pada saya, tanpa pimpinan dari Tuhan saya tidak akan kuat. Saya masih bisa melepaskan pengampunan, saya bisa melayani suami saya, sampai suami saya dipanggil Tuhan dalam keadaan yang baik.” tutup Ana.
Sumber Kesaksian :
Anaria Hutabarat
Baca juga :
Menjadi Sahabat Bagi Pasangan : Istri Kepada Suami (1)
Cara Memilih Mangga yang Manis
Latihan Fisik yang Dapat Sembuhkan Osteoporosis
Belajar Dari Yakub, Seorang Penipu yang Menjadi Terberkati
Ciri Orangtua yang Jadi Sahabat Anak
Soekarno, Pejuang Kemerdekaan dengan Segala Romansanya
Minuman yang Harus Dihindari Penderita Diabetes
Sumber : V131115140832