Peta dan teladan merupakan alfa dan omega manusia. Peta adalah potensi diri sementara teladan merupakan tujuan. Peta (potensi) Allah menyebabkan tujuan hidupnya seperti Allah, meneladani Kristus. Di dalam Perjanjian Lama, manusia setara dengan manusia lainnya. Di dalam Perjanjian Baru, manusia lebih besar dari dunia dan seluruh isinya. Oleh karena itu, manusia tidak bisa membunuh manusia lalu menggantinya dengan uang sebesar Rp. 200 juta atau $200 juta karena manusia tidak identik dengan uang. Allah berkata kepada Musa, “Barangsiapa menumpahkan darah orang lain, darahnya sendiri juga akan ditumpahkan” ([kitab]Kejad9:6[/kitab]). Kita harus melihat manusia secara utuh. Ini merupakan hak asasi manusia, tidak peduli dia kaya atau miskin, berkedudukan tinggi atau rakyat jelata, orang yang sempurna atau cacat, pria atau wanita. Di hadapan Tuhan setiap manusia dipandang setara dengan semua manusia lainnya. Itu sebabnya, Allah berfirman, “Marilah Kita menciptakan manusia menurut peta teladan Kita,” yang diikuti ayat berikutnya, “lalu diciptakanlah mereka, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka menurut peta teladan-Nya” ([kitab]Kejad1:26-27[/kitab]).
Di dalam Perjanjian Baru, manusia bernilai begitu tinggi melampaui seluruh dunia dan isinya. Itu sebabnya Kristus rela mati untuk kita. Jika di dunia ini hanya ada satu orang maka Kristus tetap akan datang ke dunia untuk mati baginya, karena hanya Dialah nilai tertinggi yang dapat menebus dosa manusia. Itu membuat kita sadar, betapa besar cinta Tuhan bagi kita sampai Kristus mati di kayu salib.
Nilai investasi Allah saat menciptakan manusia begitu besar. Orang yang mempermainkan diri sendiri dengan berjudi, berzina, melampiaskan nafsu dosanya, bukan hanya menurunkan harkat dirinya, namun juga sangat melukai hati Allah yang begitu mencintainya dengan menciptakan dia menurut peta teladan-Nya. Hanya orang yang menyadari bahwa nilai manusia begitu tinggi yang tidak akan sembarangan menghancurkan diri dan hidup orang lain. Tuhan tidak mengizinkan kita merusak hidup orang lain. Bahkan di kitab Yohanes tertulis, “Barangsiapa membunuh, dia tidak memiliki hidup kekal” ([kitab]iYoha3:15[/kitab]). Bunuh diri juga harus dilihat dengan prinsip yang sama. Saat engkau membunuh orang lain, engkau membunuh manusia; saat engkau membunuh dirimu sendiri, engkau tetap membunuh manusia. Maka manusia tidak punya hak untuk membunuh orang lain maupun membunuh dirinya sendiri.
Seseorang membunuh orang lain karena ia membenci orang itu; orang membunuh diri karena ia membenci dirinya sendiri. Jadi membunuh, baik membunuh diri maupun membunuh orang lain, terjadi karena salah menilai hidup manusia. Itu sebabnya, bagaimanapun susahnya hidupmu, begitu banyak hal yang tidak dapat engkau capai, begitu banyak kesulitan yang engkau hadapi, engkau tetap harus hidup. Jangan pernah mempunyai pikiran bunuh diri. Niat bunuh diri itu datang dari Iblis yang selalu mau melecehkan manusia, ciptaan Tuhan yang diciptakan menurut peta teladan-Nya.
Sebelum seseorang membunuh orang lain, ia tidak pernah memikirkan terlebih dahulu apa akibatnya. Barulah setelah membunuh—dimana dia pikir dia sudah mendapatkan jalan keluar dari masalahnya—ia sadar bahwa ternyata ia menghadapi masalah yang lebih besar. Semua tindakan pembunuhan itu sia-sia karena masalah yang dihadapinya jauh lebih besar. Setelah ia mengenyahkan musuhnya, banyak orang justru berbalik memusuhi dia. Sungguh suatu tindakan kebodohan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Oleh karena itu, Alkitab memerintahkan kita untuk jangan membunuh.
Kiranya dengan mengenal nilai manusia terlebih dahulu, lalu kita mengetahui batasan hak yang kita miliki, kita bisa meminta kepada Tuhan untuk memberikan kita kasih, menjauhkan kita dari rasa benci, iri hati, dengki, dan dendam—api yang menghancurkan baik diri kita maupun orang lain. Kiranya Tuhan memimpin dan menolong hidup kita. Amin.
Sumber: Pdt. Dr. Stephen Tong
Baca juga:
Jangan Membunuh, Perintah Allah Ke-Enam (bag. I)
[TAMAT]
Sumber : Pdt. Dr. Stephen Tong | YK